Kapalnya Diprotes karena Masuki Perairan Indonesia, Ini Argumen China

Kapal-Garda-Pantai2.jpg
(Risyal Hidayat/Antara via Reuters)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Kapal China kembali memasuki perairan Indonesia.

Indonesia pun memprotes masuknya kapal garda pantai China ke perairan RI, kata Kementerian Luar Negeri, Senin 14 September 2020.

Kapal China yang diidentifikasi sebagai CCG 5204 tersebut, terlihat Sabtu 12 September 2020 di perairan Natuna Utara, zona ekonomi eksklusif Indonesia dekat provinsi Kepulauan Riau.

"Setelah isu itu, kementerian mengatakan pada Minggu 13 September  berkomunikasi dengan perwakilan China di Jakarta untuk meminta klarifikasi," kata juru bicara Teuku Faizasyah kepada AFP pada Senin 14 September.

Badan keamanan maritim Indonesia mengatakan kapal itu bersikeras berpatroli di wilayah yang disebut China sebagai "sembilan garis putus-putus", sebuah wilayah yang diklaim Beijing tetapi diperebutkan negara-negara tetangganya.


“Kementerian menegaskan kembali kepada perwakilan China bahwa tidak ada tumpang tindih antara zona ekonomi eksklusif Indonesia dan perairan China,” kata Faizasyah.

Badan keamanan maritim mengatakan kapal meninggalkan daerah itu pada Senin 14 September 2020.

Indonesia menolak klaim sembilan garis putus-putus China, mengatakan itu melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, sedang berusaha menghentikan kapal asing yang menangkap ikan di perairannya, dengan alasan merugikan ekonomi miliaran dolar setiap tahun dan mengklaim wilayah di ujung selatan Laut Cina Selatan itu sebagai zona ekonomi eksklusifnya.

Pada Januari, Indonesia mengerahkan jet tempur dan kapal perang untuk berpatroli di perairan kepulauan Natuna dalam perselisihan dengan Beijing setelah kapal-kapal China, baik kapal penjaga pantai maupun kapal penangkap ikan, memasuki wilayah tersebut.

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan meskipun ada klaim tumpang tindih dari negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. 

Artikel ini sudah terbit VOA Indonesia