Papua Punya Anjing Istimewa, cuma Hidup di Dataran Tinggi

Anjing-Menyanyi-Papua.jpg
(Wikimedia)

RIAU ONLINE, PAPUA-Jika di Bali ada anjing lokal bernama anjing kintamani, Papua juga punya ras anjing lokal yang dijuluki New Guinea Singing Dog. Para ahli menganggap anjing yang lebih suka melolong seperti bernyanyi ini sebagai anjing paling primitif.

Menurut peneliti dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto, anjing ini dapat melolong dengan nada tinggi yang membuatnya dijuluki New Guinea Singing Dog.

“Anjing ini diperkenalkan kepada penduduk dataran tinggi Papua sejak beberapa ribu tahun silam, yang berasal dari jenis yang istimewa, Canis familiaris hallstromi, yang tidak suka menggonggong,” ujarnya melalui pesan elektronik, akhir pekan lalu.

Anjing ini hanya tersisa beberapa ekor dari jenis yang asli, pun hanya dapat dijumpai di dataran tinggi Papua dengan ketinggian 3.352 mdpl hingga 4.267 mdpl. Canis familiaris hallstromi juga pernah dijumpai di Puncak Jaya dengan ketinggian 3.460 hingga 4.400 m dpl, pada 2016 lalu.


“Anjing merupakan binatang kesayangan masyarakat Papua, bahkan sudah dianggap bagian dari keluarga, karena anjing-anjing ini akan menjaga rumah, pekarangan, menjaga pemiliknya selama berkebun dari serangan binatang buas, selain itu juga membantu dalam berburu,” kata Hari.

Jenis anjing Nugini asli mempunyai garis keturunan yang dekat dengan spesies Dingo. Walaupun dikategorikan sebagai anjing primitif, tapi sepintas tak jauh beda dengan anjing kampung biasa yang dipelihara masyarakat Papua. Ekornya berbentuk seperti kail dengan telinga bagian atas menyerupai segitiga berdiri tegak.

Mengutip laman Mental Floss, New Guinea Singing Dog merupakan jenis anjing purba yang tiba di Papua lebih dari 4.000 tahun lalu. Anjing ini terlihat seperti persilangan spesies Dingo dan Shiba Inu. Tidak seperti anjing pada umumnya, anjing lokal Papua ini memiliki tulang belakang yang fleksibel seperti kucing yang membuatnya lari dengan cepat.

“Namun, di pesisir Papua, sudah terjadi persilangan (perkawinan) dengan jenis anjing lain yang belum lama dibawa masuk ke Papua,” tutur Hari, arkeolog lulusan Udayana University, Bali itu.

Artikel ini sudah terbit di Tempo.co