Gaji Ahok Kalahkan Gaji Gubernur DKI bila jadi Bos Pertamina

Ahok3.jpg
(Aristya Rahadian Krisabella)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Basuki Tjahja Purnama sebentar lagi akan jadi orang penting di BUMN. Pria yang akrab dipanggil Ahok ini akan menjadi bos di Pertamina atau PLN.

Staff Khusus Menteri BUMN yakni Arya Sinulingga kepada CNBC Indonesia pada Kamis 14 November 2019 menyebutkan bahwa Ahok akan masuk ke BUMN yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak.

Ahok sendiri datang ke kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ahok mengaku diminta oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk berkontribusi sebagai pejabat BUMN. Meskipun ia tak mau membuka posisi jabatan yang ditawarkan.


"Saya tidak tahu [BUMN apa]. Mungkin Desember atau November saya tidak tahu. Tanya ke Pak Menteri [Menteri BUMN Erick Thohir]. Saya cuma diajak untuk masuk ke dalam salah satu BUMN," papar Ahok di Kementerian BUMN, Rabu (13/11/2019).


Informasi yang diterima CNBC Indonesia, Ahok bakal mengawal ketat BUMN migas raksasa Indonesia PT Pertamina (Persero). Sumber lainnya mengatakan bahwa memang Ahok akan ke Pertamina. "Tapi untuk jadi komisaris, bukan direksi," katanya.

Sinyal Ahok ditempatkan di BUMN Strategis dan bukan mengisi jabatan direktur utama juga diungkapkan oleh Wakil Menteri (Wamen) BUMN Budi Gunadi Sadikin. "Bantu BUMN nggak cuma jadi dirut," tegasnya.

Lantas berapa pendapatan yang akan diterima Ahok jika masuk sebagai jajaran Pengurus PT Pertamina (Persero), dan mendingan mana jika dibandingkan dengan manfaat yang didapat jika dia menjadi Gubernur DKI? Berikut ini gambarannya.


Pada bulan Juni lalu, PT Pertamina (Persero) merilis laporan keuangan perusahaan untuk tahun 2018. Dari laporan tersebut diketahui kompensasi untuk manajemen berupa gaji dan imbalan yang diterima mencapai US$ 47,23 juta atau setara Rp 671 miliar (kurs Rp 14.200/dolar AS).

Adapun susunan direksi Pertamina saat itu mencapai 11 orang, sementara komisaris mencapai terdiri dari 6 orang. Artinya, jika dibagi rata ke 17 orang, masing-masing personal bisa mengantongi hingga Rp 39 miliar dalam setahun atau Rp 3,25 miliar per bulan.

Sebagai catatan, besaran gaji direksi dan komisaris berbeda. Untuk gaji Direktur Utama ditetapkan dengan menggunakan pedoman internal yang ditetapkan oleh Menteri BUMN selaku RUPS PT Pertamina (Persero).

Sementara, gaji anggota direksi lainnya ditetapkan dengan komposisi Faktor Jabatan, yaitu sebesar 85% dari gaji Direktur Utama. Honorarium Komisaris Utama adalah sebesar 45% dari gaji Direktur Utama. Honorarium Wakil Komisaris Utama adalah sebesar 42,5% dari Direktur Utama. Honorarium Anggota Dewan Komisaris adalah 90% dari honorarium Komisaris Utama.

Jika berbasis pada rata-rata remunerasi pimpinan Pertamina tersebut yakni sebesar Rp 3,25 miliar per bulan, maka benefit yang didapat Ahok jika jadi bergabung dengan Pertamina tersebut terhitung lebih besar dari benefit yang diterima jika dia menjadi Gubernur DKI.

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan bagi Pejabat Negara Tertentu, gubernur mendapat gaji pokok Rp 3 juta dan tunjangan jabatan Rp 5,4 juta. Total, gubernur mendapat benefit sebesar Rp 8,4 juta per bulan.

Namun di luar itu, kepala daerah juga berhak mendapatkan biaya penunjang operasional (BPO) sebesar 0,13% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000.

Mengacu pada PAD DKI Jakarta tahun lalu Rp 43,33 triliun, gubernur dan wakil gubernur DKI mendapat BPO Rp 56,33 miliar per tahun, yang dibagi berdua dengan rasio 60:40. Dus, Gubernur DKI Jakarta saat ini mengantongi Rp 2,82 miliar per bulan, atau lebih kecil dari yang bisa didapat Ahok di Pertamina.

Jadi Pak Ahok, bicara benefit maka pimpinan Pertamina cuannya jelas lebih gede. Tapi, awas! Tanggung-jawabnya juga lebih besar karena tidak hanya berurusan dengan DPRD, melainkan dengan DPR, politisi, hingga trader minyak berkekuatan lobi gede yang ingin negeri ini terus kecanduan impor BBM agar kantong mereka tetap tebal.

Artikel ini sudah terbit di CNBC