Pemecatan Mardius Sebagai Ketua Bawaslu Kuansing Dinilai Tak Sebanding Pelanggaran

Ilham-Muhammad-Yasir.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemecatan Mardius Adi Saputra sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Kuansing dinilai tidak sebanding dengan delik pelanggaran yang sudah dilakukan. Hal ini disampaikan ujar Ilham M Yasir selaku mantan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP 2014 - 2016 dan 2023 - 2024.

Pasalnya, sesuai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pemecatan Ketua Mardius Adi Saputra dikarenakan ia terbukti telah melanggar kode etik, yakni melakukan politik uang kepada beberapa calon legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Kuansing pada Pilkada 2024.

"Harusnya bukan hanya dipecat sebagai Ketua Bawaslu Kuansing, tetapi juga dipecat sebagai anggota Bawaslu Kuansing,” kata Ilham, Sabtu, 5 Juli 2025. 

“Sebagaimana, Panwascam yang lain dipecat dan tidak lagi bisa mencalonkan diri sebagai penyelenggara Pemilu di tahun-tahun mendatang," imbuhnya.

Ia menjelaskan, bentuk pelanggaran yang dilakukan penyelenggara Pemilu terbagi dalam pelanggaran integritas dan pelanggaran profesionalitas. Di mana, pelanggaran integritas merupakan kategori pelanggaran berat dan bisa terjerat pidana. 


Sementara, pelanggaran profesionalitas masih tergolong pelanggaran ringan yang pelakunya masih bisa diberikan pembinaan dan teguran.

"Pelanggaran etik Integritas itu seperti suap-menyuap, selingkuh, pemalsuan dokumen, judi, narkoba. Sedang Profesionalitas pelanggarannya seperti tidak disiplin, kurang hati-hati ketika membuat keputusan merugikan peserta pemilu, dan pelanggaran lain yang kategorinya ringan," jelasnya.

Berdasarkan jenis pelanggaran tersebut, Ilham menegaskan kasus Mardius sudah masuk pelanggaran etik integritas. Pasalnya yang bersangkutan menjanjikan Caleg bisa mengurus suara, lalu dia minta sejumlah uang, mengkoordinir Panwascam bertemu salah satu Paslon Pilkada, dan pulangnya diberikan uang transport.

Menurutnya, Mardius bisa dijerat dengan UU Tipikor karena statusnya sebagai penyelenggara/pejabat negara dilaporkan atau tidak ada yg melaporkan.

"Putusan DKPP terhadap Mardius memberi peluang juga orang bisa melaporkan kembali, karena putusannya diberhentikan sebagai Ketua, dan teguran keras terakhir sebagai anggota,” ungkap Ilham. 

“Ini celah jika ada jika dilaporkan kembali ke DKPP apa saja yang terkait etiknya, dan terbukti, maka DKPP tidak punya pilihan kecuali memperhatikan secara tetap,” tambahnya. 

Ilham juga menyoroti praktik suap dalam status Mardius sebagai penyelenggara negara yang bisa dijerat dengan UU Tipikor.

“Apalagi, terkait praktik suap-menyuap, statusnya sebagai penyelenggara/pejabat negara dilaporkan atau tidak ada yang melaporkan, adalah delik dimana yang bersangkutan bisa dijerat UU Tipikor. Prosesnya di unit Tipikor  bisa di polres, dan bisa di kejaksaan," pungkasnya.