Kapolri Beri Instruksi ke Polisi Seluruh Indonesia, Ini Isinya

kapolri-badrodin.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, JAKARTA - Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti memberi sejumlah instruksi pasca-teror di seputar Sarinah, Jakarta Selatan, pekan lalu. Instruksi ditujukan bagi semua polisi di Indonesia.

 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan mengatakan, Kapolri memerintahkan personel mulai dari yang bertugas di pos polisi, kepolisian sektor, kepolisian resor, hingga kepolisian daerah ikut bertanggung jawab terkait penanganan aksi teror di daerah masing-masing.

 

"Jangan hanya dibebankan ke Densus 88 tanggung jawab itu, tetapi mulai dari pospol sampai polda harus ikut serta," ujar Anton, Rabu (19/1/2016) malam. (Klik Juga: Ledakan di Pos Polisi Sarinah, 3 Orang Terkapar Penuh Berdarah)

 

Kedua, Kapolri menginstruksikan personelnya untuk menggunakan sistem quick response ketika mendatangi tempat kejadian perkara aksi terorisme, baik itu baru sebatas ancaman, penangkapan, maupun jika aksi teror sudah terjadi.

 

Ketiga, Kapolri memerintahkan kepala satuan wilayah di seluruh Indonesia untuk menugaskan personel Sabhara dalam mem-backup personel polisi lalu lintas dalam melakukan tugas sehari-hari.(BACA: Kebun Sawit Diwaspadai Menjadi Basis Latihan Kelompok Radikal)

 


"Sebab, polantas adalah polisi yang selalu ada di lapangan. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat dan musuh. Sementara itu, kami tak bisa membekali mereka seluruhnya dengan senjata karena keterbatasan satu dan lain hal. Oleh sebab itu, pimpinan minta para Sabhara bantu tugas polantas," ujar Anton.

 

Keempat, Kapolri ingin satuan wilayah gencar melakukan razia gabungan, khususnya pada wilayah dan jam rawan. Tiap-tiap satuan wilayah sudah memiliki peta situasi, baik terkait wilayah-wilayah maupun waktu-waktu kerawanan.

 

Pantau ISIS dan Gafatar

Terakhir, Kapolri secara khusus juga menginstruksikan personelnya untuk memperketat pemantauan kelompok radikal di Indonesia, khususnya ISIS dan Gafatar.

 

Tidak hanya terhadap aktivis organisasi ini, yang tercatat pernah melakukan teror, pemantauan juga dilakukan terhadap mereka yang hanya merupakan pengikut atau simpatisan.

 

"Monitoring yang dimaksud ini ya dipantau secara tersendiri. Secara khusus ya. Ada yang undercover dan sebagainya yang tak bisa kami ungkap," ujar Anton.

 

Terkait pemantauan terhadap simpatisan kelompok radikal, Anton memastikan bahwa hal tersebut tidak akan melanggar hak asasi manusia.

 

Saat ini, Polri mencatat, di Indonesia terdapat 1.085 kelompok radikal. Pendataan belum dilakukan secara menyeluruh. Namun, Polri yakin, pemantauan akan lebih optimal.

 

Pemantauan diyakini lebih optimal karena data itu akan dicek-silangkan dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), dan lembaga pemerintah terkait sehingga akurat.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline