Jari Soegiri Putus di Pertempuran Surabaya

Ketua-Legiun-Riau.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/Suci Aulia)

RIAU ONLINE, PEKANBARU – Soegirinoto muda yang berangkat bersama lima sahabatnya untuk berjuang di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Desember 1945, ternyata memiliki cerita tersendiri saat menghadapi pesawat tempur ditakuti saat itu.

 

Pesawat ini memiliki cocor berwarna merah di badannya. Pesawat ini lazim disebut dengan Mustang si pemburu. Mustang inilah kemudian menghujani para pejuang Indonesia yang berada di bawah dengan berbagai peluru.

 

(Baca Juga: Malu Kami Jika tak Angkat Senjata Lawan Londo

 

Soegiri muda, ketika itu, terpaksa mundur hingga perbatasan Surabaya dan Mojokerto. “Waktu itu saya jadi pasukan artileri ketika di Surabaya. Di medan perang itu kita sudah pasrah saja mau hidup atau mati. Modal kita untuk berjuang cuma keberanian, karena bekal militer tak pernah saya dapat sebelumnya,” kenang pensiunan TNI AD berpangkat Letnan Kolonel ini.


Soegiri menyebut pesawat Cocor Merah milik tentara Belanda menjadi satu-satunya pesawat terbang di langit Surabaya ketika itu. Karena pesawat ini, ia harus merelakan hilangnya jari telunjuk kanannya karena pecahan peluru dari pesawat menghantam jarinya ketika ia berlindung.


“Waktu ini saya lagi naas. Ada empat pesawat yang menyerang waktu itu dan saya sebagai penembak terlambat berlindung. Untung saja masih hidup. Ya walaupun jari telunjuk saya hancur, yang penting saya masih hidup,” tuturnya sambil menunjukkan jarinya yang tak lagi utuh.

(Klik Juga: Veteren Ini Menangis Lihat Warga tak Pasang Bendera

 

Karena terus terpojok, akhir Desember 1945, para pejuang mundur ke arah Gresik di Kecamatan Bunder. Di sana, para pejuang kemudian berganti medan di pedesaan dan hutan.

 

Di sana, kawannya tewas 3 orang tertembak peluru musuh. Soegiri terpukul ketika mengetahui ketiga kawannya tewas. Namun, ia tak punya waktu berlama-lama untuk bersedih. Perang masih berkobar.

Karena masih terpojok, pasukan Soegiri ini kemudian kembali mundur hingga perbatasan antara Surabaya dan Mojokerto, tepatnya di daerah Perning namanya.

 

Di sini, ia dan kawan-kawannya berhasil menjatuhkan satu pesawat Belanda. Kendati pesawatnya berhasil ditembak jatuh, pilotnya masih dalam keadaan baik-baik saja karena sebelum jatuh meledak, si pilot berhasil keluar dengan kursi pelontar yang ada di pesawat.

 

“Waktu itu pangkat saya Sersan dan dalam regu saya sebagai Komandan Regu atau panggilannya Dancuk, Komandan Pucuk. Tapi jangan salah sebut jadi Jancuk ya hahaha,” candanya sambil tertawa terbahak-bahak.

 

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline