UU Cipta Kerja Diterapkan, Proses Hukum 2 Cukong Perambah TNTN Ditangguhkan

Kombes-Ade11.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PELALAWAN - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menegaskan bahwa penanganan perkara perambahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan oleh dua cukong DP dan NS, kini difokuskan pada pendekatan restoratif sesuai amanat Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya Pasal 110 B.

Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan bahwa dalam kasus ini, pihaknya bukanlah penegak utama, melainkan berperan sebagai bagian dari Satuan Tugas Penanganan Konflik dan Hukum (Satgas PKH). 

Penanganan dua perkara ini, menurutnya, mengedepankan prinsip ultimum remedium atau penegakan hukum sebagai upaya terakhir.

"Untuk perkara TNTN, itu merupakan bagian dari Satgas PKH. Kita hanya pembantu dari Satgas PKH untuk penerapan dua perkara di TNTN itu. Kita mengacu kepada Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya Pasal 110 B," ujar Kombes Ade Kuncoro, Selasa, 8 Juli 2025.

"Di situ disebutkan bahwa kebun yang dibangun sebelum November 2020 diprioritaskan untuk pengembalian dan penerapan asas ultimum remedium," jelasnya.

Kombes Ade menyebut DP atau NS membangun kebun di kawasan TNTN sebelum tahun 2020. Keduanya telah menyatakan kesediaan untuk menyerahkan kembali lahan yang mereka kelola kepada Satgas PKH. Penyerahan ini telah dituangkan dalam tiga berita acara resmi.


“Yang bersangkutan, saudara DP dan NS, membangun kebun sebelum tahun 2020, dan mereka menyanggupi untuk menyerahkan lahan kepada Satgas PKH. Ini sudah dituangkan dalam tiga acara penyerahan lahan antara DP dan NS kepada Satgas," jelasnya.

DP dan NS juga bersedia menumbangkan tanaman sawit di atas lahan tersebut dan melakukan reboisasi sebagai bagian dari pemulihan lingkungan di kawasan konservasi itu.

"Yang bersangkutan sanggup untuk menumbangkan atau memusnahkan kebunnya dan juga sanggup melakukan reboisasi. Jadi prinsip inilah yang sekarang diterapkan untuk DP dan NS, asasnya adalah ultimum remedium,” terang Ade.

Sejalan dengan komitmen tersebut, status hukum DP dan NS pun saat ini telah ditangguhkan. Hal ini dilakukan karena adanya perkembangan positif, termasuk langkah-langkah konkret yang telah diambil D dan NS, seperti penyerahan lahan dan kesediaan untuk bernegosiasi.

“Untuk DP dan NS, statusnya sudah kami tangguhkan karena perkembangan dari dinamika. Yang bersangkutan juga sudah mulai gugur secara administratif. Seminggu yang lalu, ia sudah menyerahkan lahan, termasuk kesanggupan-kesanggupan untuk melakukan negosiasi,” ungkapnya.

Meski begitu, Polda Riau menegaskan bahwa perkara ini belum sepenuhnya dihentikan. Proses hukum tetap on hold sambil melihat apakah DP dan NS benar-benar menepati komitmen mereka.

"Sementara kasus ini kita hold sambil kita melihat apakah yang bersangkutan menepati janjinya atau tidak. Kalau tidak, kita akan koordinasi dengan Satgas PKH serta tindak lanjut kedua-duanya," tutup Kombes Ade.