Bak Pelumas Perekonomian, Inflasi Riau Kedua Tertinggi di Tanah Air

Inflasi3.jpg
(Shutterstock)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Inflasi masih menjadi topik perbincangan hangat di jagat raya termasuk Provinsi Riau. Di bumi penghasil minyak, inflasi mencapai 6,72 persen, tertinggi kedua se-tanah air setelah Sumatera Barat.

Pengamat Ekonomi Bank Indonesia (BI), Ignatius Adi mengatakan, perekonomian tinggi tentunya inflasi tinggi. Inflasi tidak pernah ada dalam suatu pertumbuhan. Namun, selalu ada dan beriringan. 

"Pertumbuhan naik, inflasi biasanya juga naik. Walaupun idealnya tidak secepat pertumbuhan. Naik di dalam kisaran yang diharapkan agar terkendali. Pertumbuhan tanpa inflasi itu seret. Inflasi itu kayak pelumasnya perekonomian," ungkapnya.

Jika berbicara inflasi 2023 yang sudah berjalan hampir dua bulan, Adi sapaan akrabnya, menyebut dari catatan BI tantangan masih ada. Tapi harapan tetap lebih besar. 

Menurutnya, harus melihat optimisme bahwa prospek perekonomian tetap tumbuh kuat. Ia pun yakin bahwa pemerintah punya optimisme seperti BI walaupun tidak sekuat tahun lalu.


"Jika berbicara angka pada 2022 sebesar 4,55 namun sebenarnya ini fenomena statistik. Kalau perkiraan tahun ini tentunya harus membandingkan tahun lalu juga yaitu 2022. Fenomena yang mempengaruhi perekonomian kemungkinan masih sama. Kemudian, kita melihat bahwa perekonomian kuat dan sektor utama tumbuh dengan baik namun tidak seperti tahun lalu," ujarnya.

Hal itu dipengaruhi oleh isu geopolitik yang menyebabkan hambatan di perdagangan. Perdagangan kemudian menyebabkan komoditas. Dalam hal ini ada keuntungan kondisi komoditas tertahan dalam hal yang baik dan tinggi. Itu yang mendorong perekonomian tetap tumbuh. 

"Komoditas di bidang CPO dikuasai oleh masyarakat di banyak penduduk. Komposisi yang dimiliki antara perusahaan dan masyarakat lebih besar dari masyarakat. Sehingga, yang menikmati keuntungan adalah masyarakat. Margin masyarakat ke konsumsi dan investasi. Sementara dari sektornya mendorong ekspor secara keseluruhan ekonomi tumbuh secara tinggi di tahun 2023, namun tidak setinggi di 2022," urainya.

Dilihat dari sisi inflasi pada tahun lalu jauh di atas target karena terjadi secara nasional. Kondisi semua sangat pas. Tahun lalu, inflasi tinggi karena demand menguat dan keluar dari PPKM, ekonomi tumbuh. Di saat yang sama, untuk pertanian kurang supportif untuk memenuhi demand ini. Bersamaan dengan hal itu, inflasi yang datang dari komoditas bensin naik. Sehingga inflasi tinggi. 

"Kemungkinan 2023 inflasi akan landai dari tahun lalu dan akan berada di sasaran kita 3.91," tutupnya.