Mantan Napi Ungkap Jejak Ferdy Sambo di Kasus Kebakaran Gedung Kejagung, Ada Dugaan Rekayasa

Ferdy-Sambo12.jpg
(Suara.com/Arga)

RIAU ONLINE - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, di kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Pasca vonis mati dijatuhkan, sejumlah media pun mengulik jejak jenderal bintang dua itu.

Kasus kebakaran gedung Kejakasaan Agung (Kejagung) pada 22 Agustus 2020 lalu menjadi satu di antaranya kasus yang dikulik. Kala itu, Ferdy Sambo menjabat Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.

Gedung Kejagung dilahap si jago merah pada Sabtu, 22 Agustus 2020. Menurut informasi yang dilansir dari Suara.com, Minggu, 19 Februari 2023, kebakaran awalnya ada di lantai gedung utama sisi utara bangunan yang berada di Jalan Sultan Hasanudin Dalam Nomor 1, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu. Kemudian, kebakaran menjalar hingga ke lantai 5 dan 4.

Gedung yang terbakar merupakan kantor Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Pembinaan, Intelijen, serta Biro Kepegawaian. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kebakaran tersebut.

Sebanyak 65 unit mobil pemadaman kebakaran dikerahkan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta untuk menanggulangi si jago merah.

Secara resmi Polri menyatakan adanya unsur pidana dalam kebakaran tersebut. Dirtipidum yang saat itu dijabat Ferdy Sambo akhirnya mengungkap ada 8 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka terdiri dari lima tukang yang merupakan buruh bangunan berinisial S, H, T, K, dan IS, serta satu mandor bangunan berinisial UAM. Dua lainnya yaitu RS, Dirut perusahaan pembersih lantai ilegal dan NH sebagai Kasubbag Sarpras dan pejabat pembuat komitmen Kejaksaan Agung.

Setelah adanya penyelidikan lebih lanjut, tersangka bertambah jadi 11 orang. Tiga lainnya ialah MD sebagai peminjam bendera perusahaan PT APM, JM selaku konsultan pengadaan Alumunium Composite Panel (ACP) 2019 merangkap Direktur pabrik penyedia ACP merek Seven, serta tersangka IS sebagai PPK Kejagung pada 2019.

Ferdy Sambo saat itu menjelaskan bahwa api bermula dari gedung utama dari Aula Biro Kepegawaian di lantai 6. Lima tukang yang mengerjakan proyek di aula itu merokok. Bara api dari rokok menyebabkan kebakaran. Apalagi kata Ferdy di lokasi pengerjaan proyek itu banyak bahan yang mudah terbakar.

“Kami mendalami, open flame bisa disebabkan oleh bara api atau nyala api. Kami sudah melakukan percobaan dua kali. Tukang-tukang itulah yang menyebabkan awal api,” kata Ferdy saat itu.

Dalam proses persidangan, lima pekerja atau tukang menjadi terdakwa. Majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis satu tahun penjara. Sedangkan, sang mandor yakni Uti Abdul Munir justru divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai hakim Elfian.

Kekinian, salah satu mantan napi dalam kasus kebakaran gedung Kejagung, Imam Sudrajat (IS), mengungkap bagaimana awalnya ia dijadikan tersangka hingga berujung jadi terdakwa dan dipenjara. Imam Sudrajat dan empat terpidana lainnya sudah bebas usai menjalani hukuman.


Awalnya, Imam bercerita terkait tugasnya di gedung Kejagung sebelum kebakaran tersebut terjadi. Imam mengaku ketika itu pekerja proyek memasang wallpaper dinding sebuah ruangan di gedung Kejagung di lantai 6.

Ia mengaku saat itu ia baru bekerja di hari pertama masih tahap bongkar, belum pemasangan. Pada sore sekitar pukul 17.00 WIB semua pekerja pulang.

"Saya tinggal dalam kondisi rapi, enggak ada sampah atau lainnya, cuma jam 7 malam saya dikabari kalau ruangan yang saya kerjakan kebakaran," ujar Imam.

Singkat cerita, pada proses selanjutnya Imam bersama empat pekerja lainnya mulai dipanggil pihak keamanan gedung untuk ditanya-tanya. Ia kemudian dibawa ke Polres Jakarta Selatan.

"Waktu itu saya dulu yang ditanya, habi situ baru empat (pekerja) yang lain," ungkap Imam

Setelah kebakaran terjadi, dua atau tiga hari berikutnya, Imam juga sempat diperiksa tim Inafis dari Mabes Polri. Padahal ketika itu, Imam tengah berada di rumah sakit karena sang anak hendak persiapan operasi.

"Pemeriksaan satu bulan bisa dua kali, di Polres, Polda dan Mabes," katanya.

Imam mengungkap mulanya ia tidak pernah menduga akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun kemudian, ada yang mengingatkan untuk berhati-hati hingga akhirnya dirinya dan keempat rekannya resmi jadi tersangka.

Akan tetapi, kata Imam ketika itu dirinya merasa biasa karena di saat bersamaan ia tengah fokus terhadap pengobatan anaknya yang mengidap hidrosefalus di RS Fatmawati.

Imam sangat menyadari bahwa sebagai 'orang kecil' ia hanya bisa pasrah meski sempat terbesit ada kecurigaan atau dugaan rekayasa di kasus yang membelitnya.

"Kalau curiga ya mau curiga ke siapa, saya bingung juga. Ya cuma bingung aja. Kalau dibilang kaget apa gimana, waktu ditetapkan tersangka perasaan biasa aja. Dalam hati cuma "terserah kalian lah mau ngapain". Yang penting saya fokus anak saya aja udah gitu aja, saya masa bodoh saja sama kasus ini," tutur Imam.

Kemudian, Imam pun mengungkap kejanggalan dalam kasus ini, yakni terkait penyebab kebakaran yang disebut karena puntung rokok pekerja. Pasalnya, kata Imam, pekerjaan mereka tidak ada yang berhubungan dengan api maupun listrik.

Ia juga merasa aneh terkait ucapan Ferdy Sambo yang mengatakan CCTV hangus dan tak bisa diputar.

"Yang jadi pertanyaan saya, kenapa bukti hangus enggak ditampilkan di pengadilan," katanya.

"Saya orang buta hukum tapi yang namanya bukti harusnya dimunculkan di sidang. Ada bukti rokok tapi rokok baru semua. Bungkusnya baru, enggak ada cacat. Botol tinner yang ditampilin botolnya utuh, padahal botol plastik sedangkan kalengnya aja sampai karatan. Harusnya kebakar meleleh tapi kok ini masih utuh, mulus lagi," tutur Imam.

Kendati begitu, Imam mengaku sudah ikhlas menjalani hari-hari di penjara dalam kasus kebakaran gedung Kejagung. Ia menyebut sempat menjalani hukuman di penjara Rutan Cipinang selama 6 bulan sejak divonis pada Agustus 2021.

Imam kemudian mendapat asimilasi dengan dikenakan wajib lapor sampai Agustus 2022, selanjutnya dinyatakan bebas murni.

Sekarang Imam sudah resmi bebas dan kembali menjalani kehidupannya sebagai tukang pasang wallpaper. Ia juga diterima bekerja sebagai pendamping siswa difabel di daerah Parung.