Karomah Kiai Asad Syamsul Arifin: Bisa Berada di Berbagai Tempat dalam Satu Waktu

Kiai-Haji-Raden-Asad-Syamsul-Arifin.jpg
(nu.or.id)

Laporan Tika Ayu

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kiai Haji Raden As’ad Syamsul Arifin merupakan tokoh penting di Nahdatul Ulama (NU), selain  kecerdasan dan kemampuan ilmunya yang bernas,  ia dikenal juga memiliki karamah yang santer di kalangan Nahdliyin. 

KH As’ad Syamsul Arifin lahir di Mekah pada 1897 Masehi.  Ia merupakan buah hati pertama dari pasangan Kiai Syamsul Arifin dengan Nyai Haji Siti Maimunah. Jika dirunut menurut nasab kedua orang tuanya,  KH As'ad Syamsul Arifin atau yang akrab disapa KH As'ad terhubung nasabnya dengan Sunan Ampel dari ayahnya,  dan keturunan darah biru dari ibunya karena disebutkan Nyai Haji Siti Maimunah merupakan keturunan  Bendoro Saud yakni Raja Sumenep ke 29, yang memerintah sekitar tahun 1750 sampai 1762 Masehi seperti yang dikutip dari nu.or.id.

Silsilah keluarganya  cukup menjelaskan bagaimana sosok KH.  As'ad,  ia besar di lingkungan yang sangat agamis lantaran dekat dengan dunia pendidikan bahkan masih di usia dini.

Ia besar bersamaan dengan dirintisnya Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo tahun 1914 oleh bapaknya.  Sebelumnya diketahui ia sendiri sempat tinggal di Pondok Pesantren milik saudaranya Kembang,  Kuningan, Pamekasan Madura selama kurang lebih empat sampai lima tahun. 

Tak berhenti disitu,  jiwa thalabul i'lmi seorang KH As'ad terus berlanjut,  ia kemudian mengeyam pendidikan selama tiga tahun  di Pesantren  Banyuanyar di bawah asuhan  KH Abdul Majid dan KH Abdul Hamid.

Berselang kelulusannya tersebut,  ia pun kembali lagi ke kampung kelahirannya,  Makkah, untuk  menuntut ilmu  di Madrasah Shaulatiyah.

Setelah mahsyur dengan menuntut ilmu,  sekembalinya di Indonesia KH.  As'ad menakhodai ponpes yang didirikan oleh bapaknya sebagai   penerus kedua ponpes Salafiyah Syafi’iyah.

KH. As'ad Sang Wasilah

Sebagai salah satu pelopor yang tidak dilupakan sumbangsih terhadap berdirinya  Jam’iyah Nahdlatul Ulama. 
Disebutkan dalam catatan yang dikutip dari NU.or.id,   bahwa ada peran penting yang diemban KH.  As'ad yakni sebagai perantara amanah dari Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari  kepada KH Cholil Bangkalan tentang  pendirian Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU).

Sebagai seorang wasilah pesan, hal itu berarti seorang KH As'ad merupakan seorang yang tabligh. Ia dalam tugasnya mengemban sebuah takzim sebagai murid pada guru-gurunya,  terutama persoalannya penting dan strategis. 

Tuntasnya amanah yang dilimpahkan ke KH.  As'ad sebagai wasilah antara dua pemuka penting NU tersebut,  ia sendiri kemudian  memiliki sebuah sematan nama istimewa dari KH Cholil dan KH Hasyim Asy’ari  yakni  santri Khos.

Selain pamor yang dimilikinya, diketahui KH As'ad juga terkenal dengan karamah yang ada di dirinya.  Berbagai sumber menyebutkan bahwa Santri Khos tersebut bisa berada di banyak tempat dalam waktu yang sama juga dapat memperkirakan turunnya hujan. 

Melalui akun twitter @sejarahulama menceritakan,  bahwa satu waktu KH.  As'ad sebagai pengurus Ponpes Salafiyah Syafi’iyah di Sukorejo sedang memantau aktivitas di sekitar pembangunan ponpesnya,   seorang pendamping dari kalangan santri bernama  Mas’ud saat itu  bertugas melayani keperluan Kiai. 

Saat Mas'ud bersama KH As'ad,  satu waktu dalam kantongnya KH As'ad ia kehabisan rokoknya kosong,  dengan aba-aba minta tolong,  KH As'ad perintahkan Mas'ud untuk mengambil rokok miliknya di atas pintu ruangan KH As'ad.

Dengan sigap pula Mas'ud mengamini perintah kiainya itu.  Namun saat di tengah perjalanan,   Mas'ud  terperanjat ketika melihat KH As'ad sudah berada dekat sudut bangunan madrasah dan asrama santri putri sedang  memberikan arahan untuk kebersihan pada santri putri kala itu.  Yang membuat Mas'ud heran adalah di titik awal mereka berdiri hingga sampai di kawasan asrama santri Puteri punya jaraknya cukup jauh yakni 300 meter,  dan untuk waktu yang sesingkat itu sepertinya tidak mungkin. 


dengan langkah yakin,  dan berusaha tenang Mas'ud melanjutkan titah kiai, derap langkahnya sudah dekat dengan ruangan KH As'ad,  saat di dekat bibir pintu  kembali Mas'ud menemukan KH As'ad sedang terduduk sambil membaca kitab di dalam kamar pribadi beliau.

Karena melihat ustaznya di dalam ruangan,  Mas'ud berdehem isyaratkan minta izin masuk ke dalam ruangan itu untuk mengambil rokok seperti yang diperintahkan padanya,  ia pun sempat bertanya jawab dengan sosok KH As'ad untuk sesaat lalu melanjutkan perjalanan kembali ke dekat pembangunan. 

Karamah lainnya diceritakan bagaimana seorang KH As'ad dapat menduga kedatangan hujan menyambut momen ke dagangan orang nomor satu di Indonesia saat itu, Soeharto. 

Di dekat pesantrennya,  ada tanah lapang yang disebut Lapangan Sodung. Nantinya di sanalah menjadi titik pendaratan helikopter Presiden kedua Indonesia itu. Saat semua orang sibuk persiapkan lokasi dengan membasahi lapangan, KH As'ad justru mengatakan bahwa tidak perlu melakukan hal demikian. 

Ia justru menyebutkan seperti berikut “Percuma saja kalian meyirami lapangan ini. Toh, sebentar lagi akan turun hujan. Lagi pula Pak Harto tidak akan mendarat di sini” katanya, dan benar saja saat waktu itu tiba, mendadak di Sukoharjo hujan deras padahal saat siang cuaca panas berdentang.

Semua masyarakat yang ada di lapangan berhamburan mencari peneduhan.  Tak hanya itu,  yang mulanya lapangan itu jadi titik mendarat helikopter Soeharto malah dialihkan  ke tempat lain.