Profil Hoegeng Imam Santoso, Kapolri Sumber Humor Gus Dur Soal "3 Polisi Jujur"

Hoegeng-Imam-Santoso2.jpg
(Liputan6.com/Yus Ariyanto)

Laporan: Dwi Fatimah

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Hoegeng Imam Santoso, mantan Kapolri tahun 1968 hingga 1971, lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Hoegeng, sosok yang sulit ditemui padanannya hingga saat ini.

 

Hoegeng Imam Santoso adalah tokoh militer Indonesia, yang juga menjadi salah satu penandatangan Petisi 50.

 

Selama masa jabatannya, Hoegeng dikenal sebagai polisi yang jujur, berani dan bertanggung jawab oleh masyarakat Indonesia.

 

 

Hoegeng menjabat sebagai Kapolri pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Saat itu ia mengemban tugas menegakan kejujuran dalam memberantas berbagai kasus. Ia tak akan pandang bulu dalam menindak kasus apapun.

 

Dikutip dari laman perpusnas, Hoegeng lahir di Pekalongan, 12 Oktober 1921. Ia menempuh pendidikan Ajun Inspektur Polisi di Pekalongan pada tahun 1943, kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Polisi di Sukabumi pada tahun 1944.

 

Selama menjabat, banyak perubahan yang dibuat oleh Hoegeng. Ia mengubah beberapa bidang yang menyangkut struktur organisasi di tingkat Mabes Polri agar lebih dinamis dan komunikatif.

 

Ia juga mengubah nama pimpinan polisi besar dan markas besar polisi berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1969. Perubahan tersebut ada penggantian sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI menjadi Kepada Kepolisian RI. Maka nama Markas Besar Angkatan Kepolisian berubah menjadi Markas Besar Kepolisian.

 

Di bawah kepimpinan Hoegeng, peran serta Polri dalam peta organisasi polisi internasional (ICPO) semakin aktif, ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

 


Hoegeng mengikuti kursus orientasi di Provost Marshal General School Military Police School Port Gordon, George, AS pada tahun 1950. Dari situ ia menjabat sebagai kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1952. Kemudian pada tahun 1956 ia menjabat sebagai Kepala Bagian Reserse Kriminal Kantor Polisi Sumatera Utara dan pada tahun 1959 Hoegeng mengikuti pendidikan brimob dan menjadi staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara pada tahun 1960.

 

Hoegeng kemudian dipindah tugaskan ke Markas Kepolisian Negara untuk menjabat sebagai Deputi Panglima Angkatan Kepolisian sekaligus sebagai Deputi Menteri/ Panglima Angkatan Kepolisian Urusan Operasi pada tahun 1966. Jabatan terakhir yang diemban Hoegeng di kepolisian sebagai Kepala Kepolisian Negara pada tahun 1968.

Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktiber 1971. Ia digantikan oleh M. Hasan.

 

Atas semua pengabdiannya, Hoegeng telah menerima sejumlah tanda jasa:

-          Bintang Gerilya

-          Bintang Dharma

-          Bintang Bhayangkara

-          Bintang Kartika Eka Paksi tingka I

-          Bintang Jasasena

-          Sewa Buawa

-          Panglima Setya Kota

-          Septa Marga

-          Prasetya Pancawarsa

-          Satya Dasawarsa

-          Yana Utama

-          Penegak

-          Ksatria Tamtama

 

Hoegeng Imam Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB akibat mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung dan pendarahan pada bagian lambung. Ia telah dirawat sejak 13 Mei 2004. di RS Polri Kramat Jati, Jakarta.

 

 

Hoegeng dimakamkan di TPU Giritama, Desa Tonjo, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat pada Rabu 14 Juli 2004 siang.

Nama Hoengeng begitu melegenda karena dikenal anti suap. Bahkan Presiden ke empat Indonesia, Gus Dur pernah membuat guyonan soal Hoeneng. Dia bercerita soal tiga polisi jujur ditujukan untuk menjawab pertanyaan wartawan mengenai moralitas polisi kala itu.

"Polisi yang baik cuma tiga: Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, Patung Polisi dan Polisi tidur," selorohnya kata Gus Dur.