RIAU ONLINE, PEKANBARU — Penertiban kawasan hutan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, kembali menjadi sorotan publik. Terlebih, setelah Satgas mulai menebang ratusan hektare kebun sawit yang diduga milik oknum anggota DPRD.
Ahmad Zazali, Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA) sekaligus Direktur AZ Law Office & Conflict Resolution, sebuah firma resolusi konflik yang berbasis di Kota Bogor, menilai bahwa penindakan terhadap kebun sawit ilegal dalam kawasan TNTN semestinya juga disertai penerapan sanksi denda administratif, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021.
"Tindakan penertiban kawasan TNTN yang dilakukan Satgas PKH terhadap pemilik kebun sawit ratusan hektare, seharusnya pemilik kebun sawit juga dikenakan sanksi denda sebagaimana ketentuan Pasal 33 PP 24 tahun 2021,” kata Zazali, dalam keterangannya, Rabu, 9 Juli 2025.
Zazali menjelaskan PP 24 Tahun 2021 sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) sudah mengatur mekanisme penyelesaian kebun sawit yang berada di kawasan hutan. Prinsip hukum yang digunakan adalah ultimum remedium, yaitu pidana sebagai upaya terakhir.
Sebagai wujud penerapanan asas ultimum remedium tersebut, ia menyebut PP 24 tahun 2021 membagi penyelesaian sawit dalam kawasan menjadi dua, berdasarkan subjek hukumnya.
"Bagi badan usaha dan perseorangan dengan luas kebun di atas 5 hektare dikenakan denda administratif. Sedangkan bagi masyarakat kecil yang sudah tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus menerus dengan luas paling banyak 5 hektare dikecualikan dari sanksi administratif, sebagaimana ketentuan Pasal 41 PP 24 tahun 2021, tapi diselesaikan melalui program penataan kawasan hutan dengan menggunakan skema Perhutanan Sosial, Kemitraan Konservasi dan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria)," jelasnya.
Ia menjelaskan, jika kebun sawit berada di kawasan hutan produksi, pemilik bisa mengajukan persetujuan penggunaan kawasan hutan selama satu daur (25 tahun) sejak masa tanam, atau bermitra dengan pemegang izin kehutanan yang sah, jika terjadi tumpang tindih dengan izin kehutanan HPH maupun HTI. Namun jika kebun sawit berada di hutan lindung atau kawasan konservasi, maka lahan harus dikembalikan kepada negara.
“Upaya mengembalikan kawasan hutan kepada negara inilah yang dilakukan satgas PKH terhadap pemilik sawit ratusan hektare dalam TNTN belakangan ini,” katanya.
Meski begitu, menurutnya, subjek hukum pemilik sawit ratusan hektare tersebut diwajibkan membayar sanksi denda administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 PP 24 tahun 2021.
Sebelumnya, polemik relokasi masyarakat dari kawasan TNTN telah memicu aksi demonstrasi besar di Pekanbaru. Pada 18 Juni lalu, ribuan warga terdampak menolak relokasi dan meminta Gubernur Riau mempertemukan mereka dengan pemerintah pusat.
Kemudian 24 Juni, muncul aksi tandingan mendukung penyelamatan gajah dan relokasi di TNTN oleh Satgas PKH. Selanjutnya pada 2 Juli 2025, warga yang terdampak menyampaikan pengaduan ke Badan Aspirasi DPR RI dan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran hak oleh Satgas PKH.