Mengalahkan Belanda Lewat Kembang Desa

Benteng-Kraton-Yogyakarta.jpg
(Historia.id/ KITLV)


RIAU ONLINE - Segala cara ditempuh para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang dirongrong Belanda-NICA. Termasuk merekrut kembang desa untuk menarik mangsa.

Marsilah, kembang desa berusia 16 tahun yang tinggal di Kliten Kidul, Gondokusuman, Yogyakarta, adalah yang berperan dalam taktik mengalahkan Belanda ini. Marsilah yang berparas ayu memang membuat para pemuda desa, baik yang pro-Belanda ataupun pro-republik berebut ingin menjadi kekasihnya.

Ikhsan, menurut Galuh Ambar Sasi dalam Gelora di Tanah Kraton, merupakan inspektur polisi yang terkenal kejam. Dia suka menyiksa bahkan membunuh pejuang yang ditangkap. Ia juga suka mempermainkan perempuan, punya banyak kekasih dan tak segan memperkosa mereka.

“Ikhsan selain pro-Belanda juga bukan lelaki baik. Ia sering memperkosa perempuan-perempuan,” kata Galuh dilansir dari Historia, Jumat, 31 Agustus 2018.

Marsilah tidak menolak saat Ikhsan mengajaknya berkencan. Namun sebelum kencan itu, Marsilah yang khawatir dan tak ingin bernasib sama seperti para perempuan korban Ikhsan, menceritakan ajakan kencan itu pada gerilyawan bernama Kasbun.

“Kebetulan, Kasbun yang pro-republik juga terpesona dengan Marsilah,” sambung Galuh.

Kasbun terpaksa menekan perasaan cintanya dengan membujuk Marsilah untuk ikut mengiyakan ajakan Ikhsan. Dia bahkan membujuk Marsilah ikut dalam operasi bersandi Mapag Penganten, operasi yang dirancang Kasbun dan teman-temannya untuk menjebak Ikhsan. Mereka sudah lama gerah pada sepak terjang Ikhsan yang membunuh rekan-rekan seperjuangan mereka.


Pada 15 Maret 1949, operasi dilaksanakan. Sambil berkencan, Marsilah mengarahkan target operasi ke tempat penjebakan. Awalnya, mereka berjalan-jalan di sekitar Toko Perak, Tjokrosoeharto, Jeron Beteng. Kasbun beserta rekan-rekannya terus membuntuti kencan mereka dengan menyamar sebagai pegawai toko.

Ikhsan yang sedang dimabuk asmara tak menaruh curiga pada Marsilah. Ketika Marsilah berhasil menggiring Ikhsan sampai ke Kampung Taman (daerah Taman Sari), dia langsung ditangkap Kasbun dan kawan-kawan. Kampung Taman terkenal sebagai markas pejuang di masa revolusi. Setiap orang pro-Belanda yang masuk ke daerah Taman Sari, dipastikan pulang hanya tinggal nama.

Hal yang sama terjadi pada Ikhsan. “Ia diseret ke tengah Kampung Taman. Orang-orang mengulik informasi tentang pihak Belanda, lantas membunuhnya,” kata Galuh.

Kabar kematian Ikhsan akhirnya didengar para pribumi pro-Belanda. Keesokan harinya, Marsilah beserta ayah-ibunya, juga Karbun ditangkap lantaran menjadi dalang pembunuhan Ikhsan. Selama dipenjara, Marsilah mengalami penyiksaan dengan disetrum dan mendapat pelecehan seksual.

Marsilah baru dibebaskan pada 19 Maret 1949 ketika Bambang Sungkono, pemimpin kelompok Kasbun, menyerahkan diri. Sejak itu, “Kembang Klitren” memperoleh kembali kebebasannya. Namun, kisah tentangnya tertimbun dalam narasi besar sejarah.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id