Hardianto Sebut 60 Persen Kepala Daerah Tak Setuju Pilkada Serentak 2020

Hartono-Gerindra.jpg
(Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sekretaris DPD Gerindra Riau, Hardianto mengaku kurang setuju dengan adanya Pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan tahun 2020 di tengah ancaman virus Corona.

 

Dikatakan Wakil Ketua DPRD Riau ini, berdasarkan rencana sementara tahapan Pemilu akan banyak dilaksanakan secara virtual, namun ia meragukan kesiapan pemerintah dalam hal teknologi.

 

Mantan Calon Wakil Gubernur Riau menuturkan, setiap warga negara yang memiliki hak pilih juga berhak mendapatkan informasi seputar bakal calon yang akan ikut dalam Pilkada.

 

"Kita khawatir nanti masyarakat tidak tahu siapa calonnya, apalagi visi misinya. Kalau ini terjadi ini tentu mencederai hak pemilih. Hak pemilih bukan hanya memilih tapi juga berhak mendapatkan informasi siapa calonnya. Dengan begitu baru dia bisa memberi pilihan di bilik suara," kata Hardianto, Jumat, 12 Juni 2020.


 

Hardianto enggan membuat spekulasi dengan berstatement bahwa ini Pilkada yang dipaksakan, namun ia hanya meminta pemerintah harus siap dengan konsekuensi yang ditanggung jika Pilkada tetap dilaksanakan.

 

"Tentu konsekuensinya mereka (Pemerintah Pusat) harus paham, segalanya harus disiapkan, sampai fasilitas lainnya. Ini berkaitan dengan kualitas Pilkada kita. Bicara kampanye virtual, kita bicara akses jaringan, kita bicara masyarakat yang harus punya smartphone, bicara tentang kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan internet," jelasnya.

 

Selain berharap Pemerintah Pusat mempertimbangkan hal-hal tadi, mungkin untuk Pilkada serentak di Riau tidak terlalu berdampak karena tidak ada Pilkada provinsi, namun untuk provinsi yang lain pasti akan terasa.

 

Masa kampanye diperkirakan akan dilaksanakan selama tiga bulan, jika setiap kampanye tatap muka hanya bisa dihadiri sebanyak 20 orang maksimal, maka waktu tiga bulan tentu tidak akan cukup.

 

Hardianto bahkan berani menyebut jikalau semua kepala daerah seluruh Indonesia dikumpulkan, ia yakin 60 persen di antaranya akan menolak Pilkada serentak karena alasan pembiayaan.

 

"Jadi jangan mengada-ada. Belum lagi penyelenggaraan Pilkada ini butuh tambahan biaya katanya Rp 5 miliar satu daerah, sumber dana dari mana? Kita semua pusing persoalan Covid-19 dan dampaknya, baik dampak ekonomi, sosial dan kesehatan. Lebih baik uang itu untuk Covid.  Karena satu nyawa rakyat sangat berharga buat kita," tutupnya.