Sawit Watch Desak Pemerintah Evaluasi Perkebunan Sawit Yang Tidak Membayar THR

bukti-pembayaran-thr-perkebunan.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE - Pemerintah hendaknya segera melakukan evaluasi pelaksanaan pembayaran THR dan penegakan hukum terhadap perkebunan sawit yang tidak membayar THR untuk buruh.

“Sawit Watch mendapat laporan dari beberapa wilayah bahwa ada perkebunan sawit yang tidak membayar THR bagi buruh, khususnya Buruh Harian Lepas (BHL). Dari Bengkulu dan Sumatera Selatan, kami menerima laporan perkebunan sawit besar membayar THR tidak sesuai ketentuan. Misalnya 915 BHL di Kabupaten Mukomuko yang hanya menerima Rp 170.000. Dari Musi Rawas, Sawit Watch menerima laporan BHL hanya menerima THR sebesar Rp 44.645. Dari wilayah lain seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara kami juga menerima laporan yang sama”, kata Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch.

“Pada 11 Juni lalu, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menyatakan jumlah pengaduan pembayaran THR. Kementerian Tenaga Kerja menyatakan terjadi tren penurunan jumlah pengaduan THR dari tahun ke tahun. Apakah fakta lapangan seperti itu? Banyak buruh perkebunan sawit yang tidak melapor karena resiko PHK dan faktor lokasi dimana akses komunikasi terbatas. Pengaduan ke posko Kemnaker membutuhkan identitas. Hal itu dikhawatirkan bila informasi bocor ke perusahaan, pelapor akan terkena PHK oleh perusahaan. Buruh juga sangat sulit mengirim pengaduan secara online karena akses komunikasi yang terbatas”, lanjut Inda Fatinaware.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Sawit Watch selama Mei-Juni 2019, Buruh Harian Lepas di perkebunan sawit paling banyak dirugikan. “Sebelum memasuki bulan ramadhan, BHL tidak dipekerjakan, itu modus untuk menghindari pembayaran THR. Setelah lebaran, BHL kemudian dipekerjakan kembali. Modus lain, BHL dipekerjakan tidak tiap bulan, ketika BHL menuntut THR, perubahan menyatakan bahwa BHL tidak bekerja terus menerus dan karena itu tidak wajib diberi THR. Hal lain, perkebunan sawit tidak mau membayar THR BHL dengan alasan bukan kewajibannya, melainkan kewajiban pihak ketiga atau subkontraktor yang mempekerjakan BHL”, kata Zidane, Spesialis Perburuhan Sawit Watch.


THR merupakan hak buruh yang telah diatur dan dijamin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. “Kami berharap, pemerintah bisa bertindak tegas bukan hanya membuat posko saja, jangan menunggu laporan tapi datangi perkebunan sawit untuk memastikan buruh memperoleh THR, memproses pengaduan, memberikan sanksi yang tegas bagi perusahan perkebunan sawit yang tidak membayar THR buruh, " lanjut Zidane.

Terkait batas waktu pembayaran THR, Sawit Watch meminta pemerintah melakukan evaluasi.

“Kami mengapreasi langkah pemerintah membentuk posko pengaduan THR, namun dalam konteks perkebunan sawit, kami mendorong pemerintah melakukan langkah yang lebih konkrit. Ada modus pembayaran THR dilakukan 3 atau 4 hari menjelang hari raya, buruh yang ingin mengadu tidak memiliki waktu yang cukup karena sudah pulang kampung. Hal lain, tidak ada jaminan posko pengaduan di daerah- daerah tetap bekerja karena sudah libur atau cuti bersama. Kami mendorong pemerintah menetapkan aturan batas akhir pembayaran THR 1 bulan sebelum hari raya keagamaan. Ini sangat diperlukan dalam rangka memastikan ketersediaan waktu bagi buruh untuk melapor ke posko di daerah dan waktu bagi pemerintah memastikan perusahaan membayar THR sebelum hari raya”, kata Inda Fatinaware. (rls)