Turnamen Sijori Championship Disebut Tidak Profesional

bola-ilustrasi.jpg
(ist)

RIAUONLINE - Sijori Championship merupakan turnamen persahabatan antara tiga negara, yakni Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia).

Turnamen itu digelar di Pekanbaru dengan sasaran pembinaan usia muda, U-17. Namun, turnamen itu tercoreng akibat aksi penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum wasit. Bahkan, oknum wasit tersebut diketahui telah mengantongi lisensi FIFA.

Kasus penganiayaan melibatkan oknum wasit bernama Agus Prima Aspa itu kini tengah ditangani Polresta Pekanbaru. Akibat dugaan penganiayaan itu, salah seorang pemain mengalami Nurul Ilham Rezkianda (17) mengalami luka pada bagian kantong mata kanan.


Penyelenggaraan turnamen itu diduga tidak profesional. Adam Fauzi, manager sepakbola Bantan FC sebagai salah satu peserta turnamen itu mengatakan dalam surat undangan, Sijori Championship sejatinya merupakan turnamen persahabatan antara tiga negara, yakni Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia). Dari Riau sendiri diwakili oleh empat klub.

Belakangan, kata Adam, dua negara tetangga membatalkan hadir. Sehingga turnamen hanya diikuti empat klub asal Riau, yakni Bengkalis (Bantan FC), Kampar, Rokan Hulur dan Pusat Pembinaan Pelatihan Pelajar (PPLP) Riau.

Selain itu, Adam melanjutkan bahwa sejak awal mereka melihat beberapa kejanggalan terkait turnamen tersebut. Kejanggalan pertama dan paling mencolok adalah tidak adanya aparat pengamanan saat pertandingan berlangsung.

Selanjutnya, Adam mengatakan panitia penyelenggara bahkan tidak menyiapkan tim medis di turnamen yang awalnya disebut level Asia Tenggara itu.

Kejanggalan lainnya adalah panitia dengan gampang mengubah jadwal pertandingan. Bahkan, dia mengatakan saat turnamen sedang berjalan timnya sempat diminta bermain dua kali, pagi dan sore.

"Kami sejak awal sudah melihat adanya beberapa kejanggalan. Namun, karena kami sudah jauh-jauh dari Bengkalis ke Pekanbaru, dengan dana pribadi, kantong kami sendiri. Saya tidak ingin mengecewakan anak-anak sehingga tetap ikuti pertandingan," ujarnya.

Hingga akhirnya, pertandingan berakhir pada dugaan "kongkalikong" dan berujung pada aksi pemukulan.

"Namun, itu semua tidak kami persoalkan. Yang kami inginkan saat ini keadilan. Bagaimana mungkin sepakbola kita maju jika pada usia belia saja sudah terjadi kecurangan dan dipertontonkan aksi kekerasan," urai Adam.

Terpisah, Riauonline beberapa kali berupaya menghubungi Agus guna mengkonfirmasi insiden tersebut. Namun, baik telfon dan pesan singkat tidak ditanggapi oleh Agus hingga berita ini diturunkan. (**)