Sitaan Kasus CPO Wilmar Group Capai Rp11,8 Triliun, Terbesar dalam Sejarah

Uang-kasus-CPO.jpg
(Foto: Fadhil Pramudya/kumparan)

RIAU ONLINE - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang bernilai fantastis terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022, yang berasal dari Wilmar Group. 

Tak tanggung-tanggung, uang yang disita mencapai Rp11.880.351.802.619. Penyitaan ini diyakini menjadi yang terbesar dalam sejarah.

“Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar. Dan barangkali ini merupakan presscon terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dikutip Rabu, 18 Juni 2025.

Harli menyebut, penyitaan Rp11,8 triliun itu menjadi upaya Jampidsus Kejagung dalam mengembalikan kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan. 

“Oleh karenanya, karena perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, maka kami melakukan penyitaan terhadap uang yang dikembalikan dimaksud,” jelas dia, dikutip dari Liputan6.com.

Pengembalian uang tersebut diyakini menjadi bentuk kesadaran korporasi dan kerjasama untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Kejagung mengapresiasi dan menghormati sikap Wilmar Group atas langkah tersebut.

“Dan kita harapkan tentu dengan upaya-upaya pengembalian ini, ini juga akan menjadi contoh bagi korporasi yang lain atau bagi pihak-pihak yang lain yang sedang berperkara, bahwa sebagaimana kami maksudkan, upaya-upaya penegakan hukum yang represif harus sebanding, linier, sejalan dengan upaya-upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam rangka pemulihan keuangan negara,” Harli menandaskan.

Meski begitu, Kejagung masih menunggu langkah serupa dari dua korporasi lainnya, PT Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.

"Untuk permata hijau dan musim mas grup, kita berharap ke depan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar," kata Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno saat konferensi pers di Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.

Dari total 17 korporasi yang terlibat dalam kasus ini, lima anak perusahaan Wilmar Grup sudah mengembalikan uang kerugian negara, yakni:

1. PT Multimas Nabati Asahan: Rp3.997.042.917.832.42

2. PT Multinabati Sulawesi: Rp39.756.429.964.94

3. PT Sinar Alam Permai: Rp483.961.045.417.33

4. PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57.303.038.077.64,


5. Wilmar Nabati Indonesia: Rp7.302.288.371.326.78

Sementara itu, di bawah PT Permata Hijau terdapat lima perusahaan, dan Musim Mas Grup terdiri dari tujuh perusahaan. Mereka dinilai telah merugikan negara, baik dari sisi keuangan, illegal gain, maupun perekonomian negara.

"Kita harapkan mereka akan mengembalikan secara utuh juga," ucap Sutikno.

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno mengatakan, barang bukti uang tunai yang ditampilkan itu hanya berjumlah Rp2 triliun dari total Rp11 triliun yang telah disita oleh Kejagung. Uang belasan triliun rupiah itu disita dari lima terdakwa koorporasi kasus korupsi CPO.

"Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul," tambah dia.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sempat memberi vonis lepas kepada para terdakwa.

Sutikno menerangkan uang yang disita itu bakal menjadi memori Jaksa Penuntut Umum (JPU) di tingkat kasasi agar nantinya para terdakwa korupsi CPO itu bisa dihukum sekaligus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Uang yang telah kami sita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi," terang dia.

Lebih lanjut, uang belasan triliun tersebut pun nantinya akan digunakan untuk membayar kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi minyak goreng tersebut.

Pada sidang vonis perkara CPO sebelumnya, majelis hakim sempat memberikan vonis lepas terhadap terdakwa tiga korporasi minyak goreng diantaranya PT Wilmar Grup, PT Permata Hijau Grup, dan PT Musim Mas Grup.

Perbuatan Ketiga korporasi dikatakan Majelis Hakim tidak masuk ke kategori tindak pidana korupsi, meskipun dinyatakan terbukti melakukan kerja sama dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari hingga Maret 2022.

Vonis lepas itu juga diikuti pertimbangan majelis hakim yang menyebut ketiga korporasi bukanlah persekongkolan atau permufakatan jahat dengan niat menguntungkan suatu pihak yang menyebabkan kerugian negara. Bahkan hakim juga mengatakan tidak ada kerugian negara yang terjadi sebagai dakwaan yang dialamatkan kepada para terdakwa.

Sementara itu, Manajemen Wilmar International Limited menyatakan kalau uang tersebut bukan hasil sitaan lantaran masih dalam proses penyidikan.

"Itu bukan sitaan karena sekarang masih proses penyidikan dan belum ada putusan, sidang saja belum,” tulis manajemen Wilmar International Limited seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa pekan ini.

Wilmar mengatakan, pada awal April 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejaksaan) mengajukan dakwaan terkait merugikan keuangan negara, memperoleh keuntungan yang tidak sah, serta merugikan sektor usaha terhadap lima anak perusahaan grup Wilmar yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Dakwaan itu diduga berasal dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan tersebut antara Juli 2021-Desember 2021 pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar Indonesia.  Total kerugian disebutkan Rp 12,3 triliun atau sekitar USD 755 juta.

"Posisi dari pihak Wilmar tergugat sejak awal adalah seluruh tindakan yang dilakukan selama periode tersebut terkait ekspor minyak goreng telah sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu,” demikian seperti dikutip dari keterangan resmi.

Kejaksaan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan meminta agar Wilmar menunjukkan kepercayaannya terhadap sistem peradilan Indonesia serta itikad baik dan keyakinan mereka atas ketidakbersalahan. Ini dengan cara menempatkan dana jaminan sebesar Rp 11,88 triliun atau disebut dana jaminan dalam perkara ini.

Wilmar menyatakan, dana jaminan tersebut merepresentasikan sebagian dari dugaan kerugian negara dan dugaan keuntungan ilegal yang diperoleh pihak Wilmar dari tindakan yang dituduhkan.

"Pihak Wilmar telah menyetujui dan telah menempatkan dana jaminan tersebut,”

Wilmar menyatakan, dana jaminan akan dikembalikan kepada pihak Wilmar tergugat apabila Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, dana jaminan dapat disita, baik sebagian maupun seluruhnya (tergantung pada putusan), apabila Mahkamah Agung memutuskan tidak memihak kepada pihak Wilmar Tergugat.

"Jadi uang itu Wilmar sukarela serahkan sebagai itikad baik,” demikian seperti dikutip.

Wilmar mengatakan seluruh tindakan yang dilakukan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apapun.