Dipamerkan Kejagung, Penampakan Tumpukan Uang Rp 2 Triliun Sitaan Kasus CPO

Uang-kasus-CPO2.jpg
(Foto: YouTube/ Kejaksaan RI via kumparan)

RIAU ONLINE - Kejaksaan Agung (Kejagung) memamerkan uang tunai Rp 2 triliun yang disita dari kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), Selasa 17 Juni 2025. Total uang yang disita salah satu terdakwa korporasi dalam kasus tersebut, yakni Wilmar Group, tersebut sebesar Rp 11,8 triliun.

"Yang kita lihat sekarang ini di sekeliling kita ini ada uang, ini total semuanya nilainya Rp 2 triliun. Uang ini merupakan bagian dari uang yang tadi kita sebutkan Rp 11.880.351.802.619," kata Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta.

"Kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan para terdakwa korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group," ungkapnya.

Uang senilai Rp 2 triliun itu tampak disusun rapi dan bertumpuk di sekeliling meja konferensi pers.

Uang pecahan Rp 100 ribu itu tampak dibungkus dengan plastik berwarna putih, dengan satu paket bungkusnya senilai Rp 1 miliar. Uang itu ditumpuk hingga sekitar 2 meter.

Uang kasus CPOKejagung RI memamerkan uang senilai Rp 2 triliun yang merupakan bagian penyitaan uang kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO sebesar Rp 11,8 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa 17 Juni 2025.(Foto: Fadhil Pramudya/kumparan)

 


Kasus ini bermula saat Kejagung menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; eks Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Parulian Tumanggor.

Kemudian eks Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alamlestari, Stanley MA; eks General Manager (GM) Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, seperti dilansir dari kumparan

Weibinanto disebut mengobral izin ekspor kepada sejumlah eksportir. Untuk memuluskan aksinya, Weibinanto bekerja sama dengan Indra Sari dan menguntungkan sejumlah pihak. Termasuk tiga korporasi yang mendapatkan izin ekspor. Kelima tersangka tersebut sudah divonis di pengadilan.

Kasus tersebut dalam perkembangannya menyeret tiga grup korporasi minyak goreng sebagai terdakwa, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dalam sidang putusan, ketiga grup korporasi tersebut dinyatakan bersalah, tetapi hakim menilainya bukan suatu tindakan pidana. Dengan begitu, ketiganya dijatuhi vonis lepas atau ontslag oleh Majelis Hakim.

Imbas vonis lepas itu, Kejagung kemudian mengendus adanya dugaan suap di balik putusan tersebut. Dalam pengusutan kasus itu, sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung.

Para tersangka dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.

Sementara, untuk pihak penerima suap ada lima orang tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.