Eks Kapolda Riau Naik ke Parlemen, Langkah Irjen Iqbal Jabat Sekjen DPD RI Disorot

Pimpin-Upacara-HUT-ke-79-RI-Irjen-Iqbal-Kemerdekaan-Bukanlah-Hadiah.jpg
(Dok. Polda Riau)

RIAU ONLINE - Dilantiknya eks Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal untuk menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI menuai polemik. Pasalnya, jabatan di legislatif itu diisi oleh polisi aktif.

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menjelaskan bahwa penempatan Iqbal menjadi Sekjen DPD RI merujuk pada filosofi konstitusional Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai sesuai mandat reformasi Polri dalam TAP MPR No. 7 Tahun 2000.

"Secara khusus Memorie Van Teolichting TAP MPR tersebut, memberikan moral call pentingnya Polri melakukan peran pelayanan Publik pada masyarakat dengan karakter sipil secara profesional dan sesuai kebutuhan masyarakat," kata Rudianto kepada wartawan, Jumat, 23 Mei 2025.

Hal ini, tuturnya, kian dipertegas dengan adanya kewajiban konstitusional Polri pada Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang menegaskan tugas dan fungsi kepolisian sebagai pengayom, pelindung, pelayan masyarakat serta penegakan hukum.

"Semangat inilah yang mengilhami karakter hukum lahirnya UU Polri," tegasnya lagi.

Menurut Rudianto, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga memberikan legitimasi penempatan perwira tinggi Polri di luar institusi kepolisian.

"Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, penugasan aktif juga dimungkinkan jika relevan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan perintah Kapolri," katanya, dikutip dari Suara.com.

Ia juga menyoroti Pasal 28 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian yang berbunyi, "Anggota Kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian".


Menurut Rudal, berdasarkan tafsir autentik ketentuan Pasal 28 (3) UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan, "Jabatan di luar Kepolisian" adalah Jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

"Artinya berdasarkan tafsir otentik dengan logika hukum acontrario jika jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan tugas dan fungsi Kepolisian dan/atau dengan berdasarkan penugasan Kapolri hal tersebut dapat dilakukan terhadap perwira tinggi polisi aktif selama berdasarkan penugasan Kapolri dan relevan dengan tugas dan fungsi Kepolisian sebagaimana mandat Konstitusi Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang didasarkan pada kebutuhan lembaga dan semangat sinergi antarinstitusi untuk meningkatkan pencapaian tujuan bernegara," bebernya.

Meski begitu, kata dia, penempatan Iqbal sebagai Sekjen DPD harus dilihat secara utuh, baik dari aspek filosofis maupun regulasi.

"Ini bukan hal baru. Selama penugasan tersebut sesuai dengan kebutuhan lembaga dan mendukung sinergi antar-institusi, maka secara hukum sah dilakukan," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Demokrasi (PSHD) Ade Irfan Pulungan menilai secara umum bahwa pati Polri menduduki jabatan sipil tidak melanggar aturan.

Hal ini, kata dia, merujuk pada praktik serupa di sejumlah kementerian dan lembaga, di mana perwira aktif Polri juga menduduki jabatan sipil.

"Secara praktik, anggota Polri menduduki jabatan sipil sudah lama terjadi. Beberapa kementerian seperti Kemendagri dan Kemenkumham juga memiliki pejabat dari Polri," kata Ade.

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jokowi-Ma'ruf Amin itu menambahkan, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai anggota Polri ketika bertugas di ranah sipil tetapi tetap melakukan penugasan di institusi asalnya.

Namun, Ade Irfan menyarankan adanya gagasan cuti dari kedinasan. "Misalnya dengan cuti dinas, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan," ujarnya.

Dia menegaskan, penempatan Irjen Iqbal di DPD bukan kasus pertama. "Di KKP dan kementerian lain juga ada. Jadi, sebenarnya posisinya sama saja, selama tidak ada penyalahgunaan wewenang," katanya.

Irjen Pol Mohammad Iqbal dilantik sebagai Sekjen DPD RI menggantikan Rahman Hadi yang kini menduduki jabatan fungsional sebagai Analis Legislasi Ahli Utama.

Pelantikan Muhammad Iqbal ini merupakan implementasi dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada 9 Mei 2025.