RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan menggelar aksi besar-besaran di depan Kantor Gubernur Riau, Kota Pekanbaru, Rabu, 18 Juni 2025.
Mereka datang dengan truk-truk bermuatan penuh, menempuh perjalanan jauh dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, demi menyampaikan penolakan terhadap rencana relokasi yang digulirkan pemerintah.
Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan relokasi warga yang saat ini bermukim dan beraktivitas di kawasan TNTN. Massa menuntut agar suara mereka didengar langsung oleh DPR RI dan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
"Kami bukan perambah, kami rakyat kecil yang mencari nafkah. Jangan tiba-tiba kami dipaksa pergi tanpa solusi. Kalau memang salah, mari cari jalan keluar bersama, bukan diusir,” ujar orator dalam mobil orasi.
Taman Nasional Tesso Nilo dulunya dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia, rumah bagi satwa langka seperti gajah Sumatera dan harimau.
Namun kini, dari total luas kawasan sekitar 81.793 hektar, hanya tersisa 12.561 hektare yang masih tergolong sebagai hutan alami. Selebihnya telah rusak berat akibat perambahan liar dan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Perkebunan ilegal yang tumbuh subur di kawasan ini sebagian besar dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu yang diduga menggunakan dokumen kependudukan dan pertanahan palsu. Warga menyebut ada oknum yang secara sistematis menjual lahan di kawasan konservasi kepada pendatang.
"Ada mafia tanah yang bermain di belakang layar. Kami hanya beli dari mereka, kami tidak tahu itu hutan lindung. Sekarang kami dituduh perambah, tapi mereka yang jualan lahan malah bebas berkeliaran," jelasnya.
Ironisnya, sawit-sawit ilegal ini telah menjadi sumber penghidupan utama ribuan kepala keluarga yang kini bermukim di kawasan TNTN. Mereka bahkan telah membangun infrastruktur sosial seperti sekolah, tempat ibadah, dan jaringan listrik.
"Kami sudah tinggal di sana lebih dari 10 tahun. Anak-anak kami lahir di sana, sekolah di sana. Kalau relokasi, kami pindah ke mana?” lanjutnya lagi
Masyarakat menilai pemerintah tidak memberikan solusi konkret bagi masa depan mereka jika relokasi benar-benar dijalankan. Mereka meminta adanya dialog langsung dengan pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo Subianto dan perwakilan DPR RI.
Kerusakan hutan di Tesso Nilo tidak hanya berdampak pada manusia, namun juga pada kehidupan satwa liar. Habitat gajah Sumatera dan harimau kian menyempit, menyebabkan konflik antara manusia dan satwa menjadi sering terjadi.
Kondisi ini menjadi semakin kompleks karena di satu sisi pemerintah ingin merestorasi TNTN demi konservasi, namun di sisi lain ribuan warga telah menggantungkan hidup mereka dari lahan yang kini berstatus ilegal tersebut.
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan meminta pemerintah untuk membuka ruang dialog terbuka, bukan sekadar mengeluarkan keputusan sepihak. Mereka ingin keterlibatan aktif dalam proses perumusan kebijakan yang menyangkut masa depan mereka.
"Kami tidak anti lingkungan. Kami hanya ingin solusi adil. Kalau harus relokasi, sediakan lahan pengganti, rumah, dan pekerjaan. Jangan cuma menyuruh pergi lalu membiarkan kami hidup di jalan,” pungkasnya.