Siak Raih Penghargaan WTP ke-14 dari BPK, Tapi Masih Utang Rp285,90 M

Alfedri-terima-WTP-Pemkab-Siak.jpg
(HENDRA DEDAFTA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, SIAK - Kabupaten Siak kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-14 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun di balik penghargaan tata kelola keuangan itu, terselip utang yang masih menumpuk senilai Rp285,90 miliar, belum terselesaikan hingga pertengahan 2025. 

Penghargaan tersebut diberikan oleh kepala Perwakilan BPK, Binsar Karyanto kepada Bupati Siak Alfedri, di Aula BPK Perwakilan Provinsi Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Senin, 26 Mei 2025. 

“Ini adalah WTP ke-14 yang diraih Kabupaten Siak secara berturut-turut,” ujar Alfedri.

Menurutnya, penghargaan ini diraih atas kerja sama seluruh OPD, dan bentuk komitmennya terhadap tata kelola keuangan yang akuntabel.

Kepala BPK Perwakilan Riau, Binsar Karyanto, menyatakan opini WTP adalah hasil penilaian atas kepatuhan dan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan. 

Namun, ia mengingatkan, opini ini tidak berarti bebas dari persoalan likuiditas atau efisiensi belanja.

“WTP seharusnya tidak membuat pemerintah daerah lengah. Justru ini jadi dorongan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan secara menyeluruh,” katanya

Satu sisi capaian itu membanggakan, namun tidak bagi pegawai, honorer hingga rekanan. Bahkan bertolak belakang dengan kondisi fiskal yang mengintai. 

Hal ini dibeberkan oleh seorang sumber di lingkungan Pemkab Siak yang enggan disebut namanya, Kamis 29 Mei 2025. Berdasarkan data yang ia miliki di sejumlah OPD, daftar tagihan menumpuk tanpa kejelasan pelunasan. 

Berdasarkan dokumen rekapitulasi tunda bayar dari 43 OPD di Kabupaten Siak, total tagihan yang belum dibayarkan hingga akhir tahun anggaran 2024 mencapai Rp285,90 miliar. Dari total hasil reviu tunda bayar senilai Rp333,35 miliar. 


Sejauh ini, pemerintah daerah baru menganggarkan pelunasan sebesar Rp245,87 miliar. Hingga Mei 2025, realisasi pembayaran baru menyentuh angka Rp47,45 miliar atau sekitar 16,7 persen. Sisanya masih menjadi beban fiskal yang belum jelas ujungnya.

"Tunda bayar terbesar di Siak tercatat di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Tarukim), dengan sisa utang Rp86,42 miliar dari total tagihan Rp103,07 miliar," ungkapnya, kepada RIAU ONLINE, Kamis, 29 Mei 2025. 

Sementara, Dinas Kesehatan masih memiliki utang Rp39,75 miliar dari total Rp56,65 miliar. Sedangkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan baru membayar Rp1,01 miliar dari total Rp30,41 miliar.

"Situasi lebih buruk terjadi di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), yang memiliki utang Rp15,60 miliar tanpa realisasi pembayaran sama sekali," imbuhnya. 

Bahkan, Kecamatan Mempura, satu-satunya kecamatan dengan utang signifikan, mencatatkan beban Rp790 juta yang belum dibayar.

Beberapa OPD mengalami mismatch antara jumlah utang dan anggaran pelunasannya. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, misalnya, memiliki beban Rp1,73 miliar namun hanya dialokasikan Rp1,22 miliar. 

Di sisi lain, sejumlah OPD seperti Dispora, Diskop-UKM, serta beberapa kecamatan seperti Dayun, Tualang, dan Kerinci Kanan belum merealisasikan pembayaran sama sekali meski anggaran telah disediakan.

“Kondisi ini menunjukkan ada ketidakseimbangan serius antara pelaksanaan kegiatan dan kemampuan fiskal daerah,” ujar seorang sumber di lingkungan Pemkab Siak yang meminta namanya tidak ditulis. 

Ia menilai tekanan anggaran tahun 2024 menjadi warisan fiskal yang membatasi ruang gerak belanja 2025.

Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Siak mengenai skema penyelesaian tunda bayar tersebut. Penjadwalan ulang belanja dan prioritas pelunasan menjadi isu mendesak yang perlu dijawab dalam waktu dekat.

Adapun rekap tunda bayar Kabupaten Siak, yakni

1. Total hasil reviu: Rp333,35 miliar

2. Tunda bayar yang sudah dianggarkan: Rp245,87 miliar

3. Realisasi pembayaran: Rp47,45 miliar 

4. Sisa utang Rp285,90 miliar

"Penghargaan mungkin bisa dibingkai, tetapi tunggakan tak bisa disembunyikan. Di balik gemilang piagam WTP yang kini terpajang di ruang kerja bupati, ada barisan anggaran yang belum dilunasi dan pelayanan publik yang bisa terganggu bila tak segera diatasi," tutupnya.