17 Komunitas Adat Upayakan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Riau

Seminar-YMKL.jpg
(Bagus Pribadi/RIAUONLINE.CO.ID)


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) mengadakan seminar dan lokakarya yang bertajuk Peningkatan Kapasitas Para Pihak sebagai Upaya Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat.

Direktur Eksekutif Bahtera Alam, Harry Oktavian, mengatakan masih adanya peluang pengakuan wilayah adat di Riau secara hukum, termasuk hak-hak masyarakat adat.

"Selama ini negara menganggap remeh masyarakat adat terutama dengan adanya narasi 'masyarakat tertinggal' kepada masyarakat adat. Perlu dipahami yang meninggalkan masyarakat adalah negara," terang Harry, di Hotel Pangeran, Selasa, 6 September 2022.

Hari ini, kata Harry, masyarakat ingin berdiskusi dengan pendamping bagaimana memperjuangkan pengakuan dan perlindungan masyarakat.

 

 


"Jadi ada rencana tindak lanjut seperti di Pulau Meranti sudah masuk Ranperda. Di Siak juga sudah ada delapan kampung adat yang sudah diakui melalui SK Bupati," katanya.

Setidaknya, katanya, ada 17 komunitas yang sudah memiliki pengakuan sebagai masyarakat hukum adat.

"Yang menarik pada masyarakat Batin Sebanga yang sebelumnya akan digusur untuk pembangunan jalan tol, kemudian ditolak masyarakat dan akhirnya sudah ditangani oleh Gubernur Riau, Syamsuar. Karena wilayah adatnya berada di lebih satu kabupaten jadi menggunakan SK Gubernur," jelas Harry.

Salah satu perwakilan Kenegerian Tanjung Belit Kampar Kiri Hulu, Defri, mengatakan masyarakat adat di daerah kawasan Rimbang Baling merasa dikokang oleh aturan menyoal kawasan yang diatur pemerintah.

"Rumah kami dimasukkan dalam kawasan, sementara di hulu, pemerintah malah membebaskan penggunaan lahan. Regulasi yang dibuat pemerintah terlalu banyak, sementara realisasinya sama sekali tak pernah kami rasakan," ungkapnya.

 

 

Defri menuturkan bahwa hutan adat bagi Suku Sakai ibarat jantung kehidupan, karena ketergantungan kehidupannya berada di dalam hutan.

"Kehidupannya di hutan, segala pencarian kehidupan itu di hutan. Selagi namanya masyarakat adat tak bisa lepas dengan hutan," ujarnya.

"Bagi kami hutan adat ada sebagai tanda adanya masyarakat adat. Hutan adat itu sistem keberlangsungan hidup bagi kami. Kami menjaga hutan untuk anak kemenakan selanjutnya," tutupnya.