"Kutukan" Jelang Munas Golkar, ini Kata Azis Syamsuddin

syamsuddin-golkar.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Politisi Golkar Azis Syamsuddin membantah jika saat ini partai berlambang pohon beringin tersebut mengalami perpecahan menjelang Musyawarah Nasional (Munas) Golkar pada Desember mendatang.

"Tidak ada perpecahan, media saja itu, faktanya kan tidak ada," ujar Azis di Pekanbaru, Sabtu, 16 November 2019.

Terkait persaingan dan manuver-manuver politik yang tengah terjadi antar masing-masing elite, menurut Azis adalah hal yang biasa dalam pesta demokrasi karena dalam demokrasi pasti ada persaingan.

"Dalam demokrasi biasalah kalau ada persaingan," tambahnya.

Disinggung apakah akan ada potensi pemilihan secara aklamasi, dikatakan Azis mungkin saja terjadi karena jika hanya ada calon tunggal tentu akan otomatis dipilih secara aklamasi.

"Aklamasi itu bisa saja, kalau tidak ada yang memenuhi syarat, kan otomatis itu aklamasi. Tapi sejauh ini kan belum ada pendaftaran," ujarnya.


Untuk diketahui, Munas Golkar selalu menyajikan hal menarik bagi penikmat politik. Munas Golkar seolah memberi kutukan tersendiri. Sebab, berdasarkan fakta yang ada, Munas Golkar kerap melahirkan partai baru.

Sebut saja pada tahun 1998, elite Golkar kala itu Edi Sudrajat memutuskan mendirikan partai baru yakni Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) usai dikalahkan oleh Akbar Tandjung di putaran kedua Munas.

Kemudian, pada Munas 2004, saat Munas memutuskan Jusuf Kalla sebagai ketua Umum Golkar, dua orang elite Golkar yakni Wiranto dan Prabowo mendirikan partai baru.

Wiranto mendirikan partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), sedangkan Prabowo Subianto mendirikan partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Kemudian, di tahun 2009, lagi-lagi Golkar terpecah dengan keluarnya Surya Paloh usai dikalahkan oleh Aburizal Bakrie.

Surya Paloh kemudian mendirikan Ormas Nasional Demokrat (Nasdem) yang menjadi cikal bakal berdirinya partai Nasdem.

Tak hanya itu, pada Munaslub Golkar 2016, giliran tokoh muda sekaligus putra pendiri Golkar Soeharto, yakni Tommy Suharto yang memutuskan keluar dari partai penguasa Orde Baru tersebut.

Dalam Munaslub Golkar 2016 diamanatkan untuk mengakhiri dualisme. Awalnya Tommy mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Golkar, tetapi kemudian ia mendukung Ade Komaruddin, akhirnya kalah suara dari Setya Novanto.

Tommy kemudian bergabung dengan partai Berkarya yang merupakan fusi dari dua partai yaitu Partai Beringin Karya dan Partai Nasional Republik. Partai ini sendiri didirikan pada tanggal 15 Juli 2016.aa