Remaja Pekanbaru Raih 3 Penghargaan NASA Usai Temukan Kerentanan Sistem

Alexsandro-Alvino-remaja-Pekanbaru-peraih-penghargaan-NASA.jpg
(RAHMADI DWI PUTRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Alexsandro Alvino, remaja asal Pekanbaru, Riau, berhasil menemukan kerentanan (vulnerability) pada sistem milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). 

Berkat temuannya tersebut, remaja ini telah menerima tiga penghargaan atau letter of appreciation langsung dari NASA sebagai bentuk kontribusinya dalam menjaga keamanan siber lembaga antariksa tersebut.

Alexsandro mengaku, awalnya pesimis bisa lolos seleksi program bug bounty NASA, mengingat lebih dari 8.000 pelapor dari seluruh dunia turut berpartisipasi. Namun, dengan tekad dan rasa ingin tahu yang tinggi, ia mencoba mencari celah keamanan. 

“Saya awalnya cuma iseng-iseng coba, dan ternyata bisa dapat satu,” ungkapnya, Jumat, 4 Juli 2025.

Minatnya yang mendalam pada arsitektur sistem dan potensi kerentanan telah membawanya pada pemahaman yang mendalam tentang strategi pertahanan siber yang inovatif. 

Ia dikenal karena pendekatannya yang metodis dan etis dalam menganalisis lingkungan digital, berfokus pada penguatan dan perlindungan infrastruktur vital.

Rekam jejak Alexsandro, meskipun masih sangat muda, telah menarik perhatian berbagai pihak dan mendapatkan pengakuan luas di kancah nasional maupun internasional. 

Keahliannya telah diakui dalam berbagai platform, membuktikan bahwa kemampuannya sejalan dengan standar tertinggi yang dihargai oleh institusi terkemuka, baik di sektor pemerintahan, militer (seperti yang diemban TNI-MIL), lembaga auditor negara (seperti BPK), organisasi kesehatan global (WHO), agensi antariksa terdepan (NASA), entitas regional seperti Uni Eropa (Europa), hingga raksasa teknologi (LGE), serta komunitas pengembang dan akademisi seperti Codepolitan dan Teknokrat. 

Alexsandro menejelaskan, kerentanan pertama yang ia temukan adalah kebocoran data pribadi (PII – Personally Identifiable Information), yang ia temukan menggunakan metode Google Dorking, teknik pencarian lanjutan melalui mesin pencari untuk menggali informasi tersembunyi di internet. 


Ia melaporkan data berupa alamat rumah dan informasi pribadi seorang staf NASA, yang langsung direspons oleh tim keamanan lembaga tersebut.

Setelah melalui proses verifikasi selama dua bulan, remaja yang bersekolah di SMK Metta Maitreya ini menerima surat penghargaan atau letter of appreciation dari NASA. 

Tidak berhenti di situ, ia kembali menemukan kerentanan lain berupa broken link hijacking pada domain utama NASA, termasuk akun Facebook dan Twitter milik seorang astronot yang tidak lagi aktif. Melalui celah ini, Alex dapat mengklaim tautan yang seharusnya tidak bisa diakses sembarangan.

“Broken link hijacking itu seperti ada link yang mati, bisa kita claim. Jadi ada di domain utama NASA saya dapatnya, Jadi ada Facebooknya Astronaut,” kata Alex.

Menurutnya, tidak mudah menemukan celah yang belum pernah dilaporkan orang lain. Ia sempat beberapa kali menemukan kerentanan yang ternyata sudah dilaporkan peserta lain. 

Namun kegigihannya membuahkan hasil ketika ia menjadi satu-satunya pelapor atas beberapa kerentanan baru.

Sebelumnya, satu-satunya remaja Indonesia yang pernah mendapatkan penghargaan serupa dari NASA adalah Putraji. Ia menemukan kerentanan jenis RCE (Remote Code Execution), sebuah celah kritis yang memungkinkan seseorang mengeksekusi perintah pada sistem internal NASA.

Remaja ini menyatakan, semua temuannya merupakan hasil kerja keras dan pembelajaran mandiri. Ia belajar secara otodidak, dibimbing oleh para mentor dari forum-forum keamanan siber, termasuk dari lingkungan profesional yang mengenal ayahnya. 

“Saya belajar sendiri, tapi juga dibantu dari forum-forum. Mentor saya banyak, dari Black Hat sampai White Hat, semua ngajarin,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan, sejauh ini belum menemukan remaja lain di bawah usia 17 tahun dari Indonesia yang turut melaporkan kerentanan ke NASA. Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan ada yang lain namun tidak terekspos.

Temuan ini menunjukkan bahwa anak muda Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang keamanan siber jika diberi ruang dan bimbingan yang tepat. Remaja ini menjadi contoh nyata bahwa usia bukan halangan untuk berkontribusi secara global.