RIAU ONLINE, PEKANBARU - Aliansi Rakyat Riau Menggugat (ARRM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Tinggi Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Kamis, 12 Juni 2024.
ARRM meminta Pengadilan Tinggi Riau agar segera meninjau kembali dan membatalkan putusan di Pengadilan Negeri Bangkinang.
Dalam putusan tersebut, PN Bangkinang memenangkan gugatan wanprestasi PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), kini dikenal sebagai PTPN IV Regional I, II, dan III, terhadap ratusan petani anggota Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M).
ARRM menilai putusan PN Bangkinang itu sangat tidak adil dan berpihak pada korporasi, tanpa mempertimbangkan realitas dan keadilan substantif yang seharusnya dilindungi oleh hukum. Majelis hakim PN Bangkinang bahkan dinilai telah mengabaikan banyak aspek hukum dan fakta penting dalam perkara ini.
"Kami menuntut agar Pengadilan Tinggi Riau membatalkan seluruh putusan yang memenangkan gugatan wanprestasi PTPN V," tegas Anggota ARRM, Muchlis dalam tuntutannya.
"Putusan tersebut sangat merugikan petani kecil, bahkan ada nama-nama petani yang sudah meninggal dunia masih dicantumkan sebagai pihak yang harus membayar hutang. Ini tidak masuk akal dan melukai rasa keadilan," lanjutnya.
Salah satu poin krusial yang menjadi keberatan ARRM adalah terkait keputusan hakim PN Bangkinang yang menyatakan bahwa sertifikat hak milik (SHM) milik ratusan petani KOPPSA-M dijadikan sebagai jaminan untuk dana talangan yang diberikan oleh PTPN IV Regional I.
Menurut Muchlis, hal ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Sertifikat tersebut sejatinya merupakan agunan atas kredit petani ke Bank Mandiri, bukan untuk menjamin dana talangan dari pihak PTPN.
"Ini adalah bentuk kesalahan hukum yang sangat fatal. Bagaimana mungkin sertifikat petani yang dijaminkan ke Bank Mandiri bisa secara sepihak dianggap sebagai jaminan dana talangan ke PTPN? Pengadilan seharusnya menyelidiki hal ini dengan cermat dan adil," terangnya.
ARRM juga mengkritik proses persidangan di PN Bangkinang yang mereka nilai tidak berjalan secara objektif. Keterangan saksi, bahkan saksi ahli dari pihak tergugat, disebut-sebut diabaikan oleh majelis hakim.
"Bagaimana mungkin keputusan yang begitu besar dan berdampak terhadap ratusan keluarga petani dibuat tanpa mempertimbangkan seluruh keterangan saksi? Ini bukan hanya kesalahan prosedural, tapi juga pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan," lanjutnya.
Dengan tegas, ARRM meminta agar Pengadilan Tinggi Riau tidak mengulangi kekeliruan yang dilakukan di tingkat pertama. Mereka berharap Pengadilan Tinggi bisa bersikap netral dan benar-benar menelaah setiap bukti dan argumen yang telah diajukan.
"Rakyat kecil butuh perlindungan, bukan tekanan hukum yang merampas hak mereka. Kami percaya masih ada keadilan di negeri ini, dan kami berharap Pengadilan Tinggi Riau bisa menunjukkan itu," pungkasnya.