RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seorang pemuda asal Bandung, Jawa Barat, Devi Ramadhan (28), kini menghadapi ancaman hukuman mati setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan pidana paling berat atas keterlibatannya dalam jaringan peredaran narkoba lintas provinsi.
Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dedy, Senin, 26 Mei 2025 kemarin
JPU Muhammad Azsmar Haliem menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana tertuang dalam dakwaan primer.
“Perbuatan terdakwa bukan hanya merusak masa depannya sendiri, tetapi juga mengancam generasi bangsa. Tuntutan pidana mati merupakan bentuk penegasan bahwa negara tidak akan mentolerir peredaran narkotika,” tegas JPU Azsmar, Selasa, 27 Mei 2026.
Sidang yang diwarnai pengamanan ketat itu menyita perhatian publik lantaran jumlah barang bukti sabu yang disita mencapai 24 kilogram.
Adapun agenda sidang berikutnya adalah pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa yang dijadwalkan berlangsung pada 10 Juni 2025 mendatang.
Kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan oleh tim khusus Subdit III Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri pada 26 November 2024.
Saat itu, Devi tengah mengendarai mobil Mitsubishi Triton putih dengan nomor polisi B 9707 UBB di Jalan Parit Indah, Pekanbaru.
Dari penggeledahan yang dilakukan di lokasi, polisi menemukan 24 bungkus plastik teh hijau berisi kristal putih yang kemudian diuji sebagai narkotika jenis sabu. Paket sabu tersebut disembunyikan di bawah jok belakang kendaraan.
Hasil interogasi mengungkap bahwa Devi hanya bertindak sebagai kurir. Ia mengaku diperintah oleh seseorang yang dikenal melalui aplikasi pesan terenkripsi signal, dengan akun bernama ‘BAPAKU’.
Sosok tersebut memintanya mengambil sabu dari Pekanbaru untuk kemudian diantarkan ke Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Sebagai imbalan, Devi dijanjikan bayaran sebesar Rp6 juta per kilogram sabu yang berhasil dikirim.
“Saya hanya disuruh ambil dan antar saja. Komunikasi semua lewat Signal,” ujar Devi saat pemeriksaan oleh penyidik.
Tak berhenti di Pekanbaru, penyidikan berlanjut ke rumah Devi di Bandung, Jawa Barat. Pada 1 Desember 2024, aparat kembali melakukan penggeledahan dan menemukan uang tunai sebesar Rp514 juta serta sejumlah perhiasan emas.
Diduga kuat, barang-barang tersebut berasal dari hasil aktivitas pengiriman narkoba yang telah dilakukan sebelumnya.
“Uang dan perhiasan itu bagian dari hasil kejahatan. Kita masih telusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan ini,” ungkap salah satu penyidik.
Kasus ini menjadi perhatian nasional bukan hanya karena jumlah barang bukti yang besar, tetapi juga karena menunjukkan bagaimana jaringan narkotika kini memanfaatkan teknologi dan media komunikasi aman seperti Signal untuk merekrut dan mengatur peredaran barang haram tersebut.
Keberadaan ‘BAPAKU’ sebagai sosok yang mengendalikan dari balik layar masih menjadi misteri. Hingga kini, penyidik masih melakukan pelacakan digital untuk mengungkap identitas dan lokasi pengendali jaringan tersebut.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Negeri Pekanbaru menegaskan bahwa pemberian tuntutan maksimal adalah bentuk komitmen negara dalam memerangi peredaran narkoba yang sudah menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
“Ini bukan hanya tentang satu orang kurir. Ini tentang bagaimana kita sebagai aparat penegak hukum menutup ruang bagi kejahatan narkotika,” ujar Kasubsi I Kejari Pekanbaru.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada 10 Juni 2025, di mana Devi Ramadhan akan diberi kesempatan menyampaikan pembelaannya.
Nasib hukuman mati kini berada di tangan majelis hakim yang akan memutuskan berdasarkan fakta hukum dan nota pembelaan dari pihak terdakwa.