Tak Terima Syafri Harto Divonis Bebas, Jaksa Ajukan Memori Kasasi

Syafri-Harto20.jpg
(facebook)

RIAU ONLINE, PEKANBARU- Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menyerahkan memori Kasasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada tanggal 14 April 2022 lalu.

Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Bidang Intelijen (Asintel) Kejati Riau, Rahardjo Budi Kisnanto.

"Terkait Putusan Terdakwa SH, Jaksa Penuntut Umum sudah menyatakan kasasi 4 April 2022, selanjutnya 14 April 202, JPU sudah menyerahkan memori kasasi ke PN untuk kemudian diteruskan ke Mahkamah Agung" ujar Rahardjo, Senin, 18 April 2022.

Dengan diserahkannya memori kasasi ke PN Pekanbaru, hal ini dilakukan untuk pemeriksaan tingkat kasasi yang telah dipenuhi jaksa dalam ketentuan undang-undang pasal 253 - 263.

"Setelah memori kasasi disampaikan, pihak PN akan menyampaikan Kasasi tersebut kepada terdakwa SH."

"Setelah diterima SH, apakah ia akan mengajukan upaya kontra memory kasasi dalam rangka mematahkan dalil-dalil yang telah diambil JPU," terang Rahardjo.


Rahardjo juga menegaskan apabila terdakwa SH tidak mengajukan bantahan kasasi Jaksa maka yang bersangkutan setuju dengan isi memori kasasi Jaksa Penuntut Umum.

Sebelumnya diberitakan, LBH dari YLBHI Pekanbaru, Rian Sibarani mengatakan vonis bebas itu tidak memberikan rasa keadilan kepada korban LM dan Ia meminta agar Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

Sedangkan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah angkat suara terkait dibebaskannya Syafri Harto, Komnas Perempuan menyesalkan dibebaskannya terdakwa pelaku dari tuntutan hukum.

"Kami harus mempelajari dahulu putusan pengadilannya. Namun putusan bebas ini jadi sesuatu yang tidak baik bagi penanganan kasus pelecehan seksual dilingkungan  pendidikan,” terang Siti Aminah kepada media.

Di sisi lain, sejumlah kalangan menilai vonis bebas Syafri Harto sebagai hal wajar berbasis alat bukti di persidangan.

Kelompok ini menilai sejak awal penyidikan perkara terlalu dipaksakan karena minim alat bukti. Tidak adanya saksi selain korban yang menyaksikan tuduhan asusila itu, membuat perkara ini menjadi kabur.

"Memang, ini merupakan salah satu kerumitan dalam perkara dugaan pencabulan. Sehingga, itu membuat penyidik harus menggunakan lie detector," ujar seorang penegak hukum yang tak ingin disebut namanya.

Putusan tersebut menurutnya menjadi bukti kalau majelis hakim tidak tunduk pada tekanan publik lewat aksi demo berjilid-jilid, terutama jelang sidang pembacaan putusan yang sempat tertunda satu hari.

"Satu sisi menunjukkan kesan majelis hakim tidak bisa diintervensi dan tidak terpengaruh oleh tekanan publik. Tapi, di sisi lain hakim juga menjadi sorotan publik," katanya.