Pembangunan dan 4 Periode Humiliation Korea Selatan

bendera-korea-selatan.jpg
(pixabay)

Laporan Linda Mandasari

RIAUONLINE, PEKANBARU-Berbeda dengan pembangunan di Barat yang lebih menekankan fitur-fitur penghargaan terhadap individu sebagai pendorong inovasi, keberhasilan pembangunan di Jepang, Korea Selatan dan China lebih kepada dorongan kombinasi antara fitur penghargaan individu dengan budaya lokal Konfusian.

Pembentukan Budaya melalui Humiliation Kombinasi Barat-Timur terjadi melalui proses humiliation yang dimaknai secara nasional dan diterjemahkan sebagai proses untuk cara menyerang dan merendahkan persepsi akan dirinya dan meninggikan persepsi akan orang lain. Saat ini Riau Online akan membahas mengenai World news, Budaya, pembangunan dan 4 periode humiliation Korea Selatan, simak ulasannya berikut ini.

Empat periode humiliation di Korea Selatan

Korea Selatan setidaknya memiliki empat periode humiliation yang berpengaruh secara signifikan dalam perkembangan ekonomi dan negaranya.

  1. Era kolonialisme Jepang (1910-1945).

Kemenangan Jepang atas Rusia berdampak pada Korea yang kemudian menjadi wilayah protektorat sebelum akhirnya benar-benar menjadi wilayah koloni Jepang.

 

Kolonialisme yang terjadi di Korea secara tidak langsung menciptakan rasa nasionalisme yang mendalam untuk bisa bebas dan merdeka menjadi negara berdaulat penuh yang didorong oleh ajaran ajaran lokal atau Tohak (Shamanisme dan Konfusianisme) serta ajaran Kristen yang mengalami indigenisasi atau Sohak.

Nasionalisme muncul didorong oleh adanya kebijakan pemerintah kolonial Jepang yang menggunakan slogan nissen yuwa yang berarti harmoni antara Jepang dan Korea, dimana penduduk Korea mengalami pemaksaan asimilasi budaya Jepang.

Penerapan kebijakan tersebut dimulai pada tahun 1919 dimana setiap penduduk Korea diperintahkan untuk mendaftarkan diri di badan resmi pemerintah Jepang untuk mendapatkan nama Jepang.

Sebagian besar masyarakat dilarang menggunakan bahasa Korea dan didorong untuk menggunakan bahasa Jepang. Selain itu, pemerintah kolonial juga menerapkan kebijakan kultural atau bunka seiji pada tahun 1920 yang mereformasi pola pendidikan di Korea.

  1. Masa Perang Dingin

World news, Budaya, pembangunan dan 4 periode humiliation Korea Selatan selanjutnya adalah masa perang dingin. Periode humiliation kedua adalah pada masa Perang Dingin dimana terjadi partisi antara Korea Utara dan Korea Selatan di Semenanjung Korea.

Setelah partisi, kondisi dalam negeri Korea Selatan sangat miskin, industri dan lahan pertanian yang dibangun pada masa kolonisasi Jepang banyak berada di wilayah utara.


Berakhirnya Perang Korea meningkatkan jumlah populasi masyarakat urban dan meningkatkan korupsi di tingkat pemerintahan.

Dalam usahanya, Presiden Rhee menciptakan Dewan Pertumbuhan Ekonomi untuk mengatasi inflasi dan meningkatkan pertumbuhan dengan dana bantuan Amerika Serikat. Ajaran Konfusianisme dirasa berbelok karena pemerintah menggunakannya sebagai alat politik, salah satu dampaknya adalah korupsi akut di pemerintahan.

Student Revolution yang menumbangkan pemerintahan Rhee yang korup dan memalukan karena banyaknya aliran dana asing yang masuk pada tahun 1960.

  1. Dilantiknya Park Chung Hee sebagai Presiden Korea Selatan

Presiden Park menggunakan motto First Five-Year Plan atau charip kyongjeyang berusaha menciptakan sistem ekonomi yang lebih independen, berdaulat, dan demokratis.

Presiden Park sendiri membuat kebijakan ini dengan mengacu pada kemajuan ekonomi Jepang yang di satu sisi dapat membangun perekonomian dalam negeri dengan tidak terlalu bergantung pada bantuan asing.

Hal ini menjelaskan keberhasilan Presiden Park dalam mendorong terbentuknya kerjasama triple helix antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat dalam meningkatkan ekonomi dalam negeri.

Menggunakan prinsip-prinsip utama Konfusianisme pada kerja keras, loyalitas dan hierarki, Presiden Park mampu mendorong setiap individu untuk menyadari posisinya masing-masing di dalam masyarakat sekaligus menjadi motor untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

  1. Krisis finansial tahun 1997

Korea Selatan merasa terhina karena mereka terpaksa harus meminjam dana hingga mencapai USD 57 miliar pada Desember 1997 dari Dana Moneter Internasional yang kemudian dikenal sebagai Hari Memalukan Nasional.

Dalam budaya Konfusian, berhutang adalah hal yang memalukan. Sistem ekonomi dalam negeri yang berpusat pada pemerintah dan chaebol atau yang disebut Korea Inc. ini kemudian dituntut untuk mengalami reformasi besar sejak terjadinya krisis. Korea Inc. melakukan reformasi dengan merubah strategi diversifikasi menjadi strategi yang lebih spesifik.

Pemerintah juga mulai menciptakan kebijakan kultural sejak berakhirnya krisis yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dalam negeri yang dapat digunakan untuk melunasi hutang serta menciptakan citra baik yang dapat mempengaruhi para investor asing bahwa Korea Selatan tidak lagi terjebak dalam krisis. Fenomena Hallyu atau Korean Wave kemudian muncul.

Sekian informasi mengenai World news, Budaya, pembangunan dan 4 periode humiliation Korea Selatan. Semoga informasi yang telah Riau Online berikan bermanfaat bagi pembaca.