Kasus Perundungan di Indonesia dan 5 Kategori Pelakunya

korban-perundungan.jpg
(pixabay)

RIAUONLINE, PEKANBARU-Berbagai kasus bully atau perundungan di Indonesia sudah tidak asing terdengar di telinga masyarakat. Pelaku dan korban bully kian bertambah seiring berjalannya waktu, karena hukum dan pemerintah Indonesia kurang cepat dan cermat dalam menangani kasus bully.

Bullying itu sendiri merupakan tindakan mengintimidasi seseorang melalui tindakan, sikap dan perkataan.

Tindakan bullying tidak terbatas pada penyiksaan secara fisik saja tetapi juga psikis dengan cara mengucilkan dan menggosipkan seseorang juga termasuk tindakan bullying. Saat ini Riau Online Bullying, Kasus bully di Indonesia, simak ulasannya berikut ini.

Bullying sebagai bentuk kekerasan

Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa kasus bullying di sekolah menduduki peringkat teratas. Bullying yang disebut sebagai bentuk kekerasan di sekolah mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan atau pengaduan pungutan liar. Meningkatnya kasus kekerasan sesama anak dari tahun ke tahun menunjukkan belum tumbuhnya rasa kasih saying, kebersamaan dan solidaritas.

 


Tindakan bullying yang bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang, menumbuhkan bibit gangguan kejiwaan kepada anak korban maupun pelaku.

Faktor sulitnya menghentikan bullying karena korban biasanya pernah terlibat atau menjadi pelaku bullying terhadap orang lain. Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional atau emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal.

Terdapat negara-negara dengan kasus bullying tertinggi di seluruh dunia dan Indonesia masuk di urutan kedua, negara-negara tersebut yaitu Jepang, Indonesia, Kanada, Amerika serikat dan Finlandia.

Bullying, Kasus bully di Indonesia
Bullying merupakan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan sosial secara keseluruhan. Tindakan bullying ini berlangsung yang umumnya terjadi pada orang yang ada di sekitarnya, tindakan ini seringkali tidak diketahui orang lain seperti guru dan orangtua, sehingga para korban rentan untuk terlibat dalam situasi ini.

Beberapa korban lainnya pun tidak mengetahui cara untuk keluar dari situasi tersebut. Seharusnya hal tersebut menjadikan dorongan untuk pemerintah dalam mempercepat penyelesaian revisi Undang-undang perlindungan anak.

Seorang pelajar dapat dikatakan sebagai korban bullying apabila ia diketahui secara berulang-ulang mengalami tindakan negatif oleh satu atau kelompok pelajar lainnya.

Perilaku negatif tersebut termasuk melukai atau mencoba membuat korban merasa tidak nyaman, hal tersebut dapat dilakukan secara fisik seperti tendangan, pemukulan, mencekik dan mendorong.

Memanggil dengan nama buruk, menyebarkan isu negatif atau fitnah, mengancam maupun menghina tindakan lain yang dapat dikatakan melecehkan secara seksual atau secara terus-menerus mengasingkan korban dari kelompok.

Pada kenyataannya setiap pelajar pernah mengalami semua bentuk kekerasan yang telah disebutkan. Menjadi pelaku, korban atau paling tidak sebagai saksi perbuatan bullying. Sebut dapat terjadi dimanapun termasuk di sekolah.

Terdapat 5 kategori perilaku bullying:
1. Kontak verbal langsung, mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela, mengejek, mengancam, mengintimidasi.
2. Kontak fisik langsung, memukul, mendorong, menggigit, menendang, menjambak, mencubit, mencakar, memeras dan merusak barang-barang dimiliki orang lain.
3. Perilaku non verbal langsung, melihat dengan sinis, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, menjulurkan lidah, mengejek dan mengancam.
4. Perilaku non verbal tidak langsung, mendiamkan seseorang, memanipulasi, mengucilkan atau mengabaikan.
5. Pelecehan seksual, perilaku ini dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Sekian informasi mengenai Bullying, Kasus bully di Indonesia. Semoga informasi yang telah Riau Online berikan bermanfaat bagi pembaca.