Hakim Ancam Seret Indra Gunawan Berikan Keterangan Palsu

sidang-ee.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBRU - Ketua DPRD Riau, Indra Gunawan Eet berhasil membuat majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru berang. Saking jengkelnya, hakim bahkan mengancam Eet diseret ke ranah hukum karena diduga memberikan keterangan palsu.

Eet dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Amril Mukminin dalam perkara suap pembangunan proyek Jalan Duri-Sei Pakning Kabupaten Bengkalis, Kamis. Amril sendiri mengikuti sidang dari balik penjara Sialang Bungkuk secara virtual.

Kemarahan majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina berawal ketika Eet ditanya terkait adanya paket proyek multiyears di Pemkab Bengkalis. Dia mengatakan tidak mengetahui tentang paket proyek tersebut.

Eet mengatakan dirinya tidak hadir saat pembahasan. "Saya tidak tahu berapa paket yang dibahas. Pengesahan saya tidak hadir. Tidak tahu, tidak ikut rapat, pengesahan tidak hadir," kata Eet.

Hakim lalu mencecar Eet terkait adanya bagi-bagi uang ketuk palu untuk pengesahan APBD 2012. Eet mengaku tidak pernah menerima uang ketuk palu. "Saya tidak pernah terima," ucapnya.

Eet menyebutkan, mendengar adanya uang ketuk palu setelah dirinya menerima telepon dari Thamrin, sebelum pengesahan APBD. Setelah mendengar hal itu, dia mengaku melarang agar tidak menerimanya.

"Saya pernah memperingati jangan pernah terima apapun. Saya telepon dari ketua fraksi dan bendahara. Saya bilang jangan terima, info mau OTT," tutur Eet di persidangan.

Hakim lalu mengulang kembali keterangan saksi Firzal Fudhail, dan Jamal Abdillah di persidangan Kamis (2/7/2020) yang menyebutkan kalau Eet menerima uang ketuk palu. Namun, Eet kembali membantah.


"Saya sudah disumpah. Saya tidak pernah menerima uang dari Jamal, Firzal dan Syahrul," kata Eet.

Terkait hal ini, hakim sempat memperingatkan Eet bahwa ada sumpah palsu yang bisa diancam pidana. Eet kemudian dapat mengerti. "Ya yang mulia, saya tahu itu," ucapnya.

Hakim bahkan mengingatkan tim JPU KPK untuk mendalami keterangan palsu yang dapat dijerat pidana. "Kalau saksinya berbohong ada konsekuensinya," ingat hakim.

Tidak puas hakim kembali bertanya tentang pemenang proyek jalan di Bengkalis dan dia mengatakan tidak mengetahuinya. "Saya juga tidak tahu siapa pemenang proyek. Saya tidak tahu tahun berapa dikerjakan," kata Eet.

Keterangan Eet yang selalu mengatakan tidak tahu itu membuat hakim marah. Padahal dia sudah beberapa periode menjadi anggota dewan dan pernah menjabat Ketua dan Wakil Ketua DPRD Bengkalis.

"Anda anggota di sana, masa tidak tahu ada proyek itu. Emang Anda di sana tidur saja. Tidak tahu-tahu Masa anda tidak tahu ada proyek untuk pembangunan Bengkalis. Yang benar aja," bentak hakim.

Hakim anggota sempat marah kepada Eet. Pasalnya, dalam BAP Eet mengetahui ada proyek Duri Sei Pakning. Terkait hal ini Eet membenarkannya. Atas hal itu hakim anggota langsung marah.

"Anda ini bengak (bohong). Tadi Anda bilang tidak tahu tapi dalam BAP Anda tahu. Makanya Anda dengar baik2 pertanyaan hakim," kata hakim anggota.

Di BAP, disebutkan kalau pemrmang adalah PT CGA. Eet mengatakan perusahaan itu berada di Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Proyek tersebut juga pernah ditinjau oleh anggota DPRD Bengkalis pada 2018.

Menurut Eet, proyek Jalan Duri-Sei Pakning, nilainya Rp200 miliar. Waktu itu ada daftar investaris masalah. Karena saat itu nilainya tidak rasional. Jadi dipotong menjadi Rp65 miliar.

"Tu kan, kalau Anda seperti ini kami bisa mengevaluasi lagi keterangan Anda. Jangan Anda berpikir sampai di sini saja. Ok lah Anda bisa selamat karena tidak terima uang. tapi keterangan Anda ini menjadi masalah," ancam hakim.

Amril didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan suap sebesar Rp5,2 miliar. Dia juga menerima grarifikasi Rp23,6 miliar lebih dari dua pengusaha perkebunan yang diberikan melalui istrinya, Kasmarni.

Amril didakwa dengan dakwaan kesatu primair Pasal 12 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP subsidair Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan kedua Pasal 12 B ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.