Sindikat Intersional Penjualan Ginjal: Markas di Bekasi, Tujuan Kamboja

Pelaku-TPPO-ginjal1.jpg
(VOA/Indra Yoga)

RIAU ONLINE - Polri membongkar sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Bekasi, Jawa Barat. Jaringan internasional ini menjual organ ginjal ke Kamboja.

Sebanyak 12 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus TPPO penjualan ginjal ke Kamboja.

“Tim Gabungan dari Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi, di bawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim Polri serta Divhubinter telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja yang telah memakan korban sebanyak 122 orang. Sampai hari ini tim telah menangkap sebanyak 12 tersangka,” ungkap Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat, 21 Juli 2023.

Karyoto menjelaskan sembilan dari 12 orang tersangka merupakan sindikat dalam negeri yang merekrut, menampung, dan mengurus perjalanan korban. Satu tersangka lainnya merupakan sindikat jaringan luar ngeri yang menghubungkan korban dengan rumah sakit di Kamboja. Sedangkan dua tersangka lain di luar sindikat berasal dari oknum di instansi Polri dan Imigrasi.

“Dalam pengembangan, siapapun yang terlibat nanti kita akan terus membuka, bagaimana proses terjadinya perekrutan, kemudian mencari korban, membawa korban dan meloloskan korban sehingga sampai ke luar negeri ini sedang kita dalami,” tambahnya.

Para tersangka didakwa melanggar undang-undang perdagangan orang dan menghadapi hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga 600 juta rupiah ($40.040) jika terbukti bersalah.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Hengky Haryadi mengungkap bahwa sebagian besar motif korban TPPO ginjal didasari masalah ekonomi. Ia menjelaskan profesi korban TPPO ginjal mulai dari pedagang, guru privat, bahkan seorang lulusan S2 dari universitas terkemuka di tanah air.


Berdasarkan hasil penyelidikan, kata Hengky, semuanya tidak memiliki pekerjaan karena terdampak pandemi COVID-19.

“Para sindikat Indonesia menerima pembayaran sejumah Rp200 juta. Seratus tiga puluh lima juta dibayarkan kepada pendonor, sedangkan para sindikat menerima Rp65 juta per orang dipotong ongkos operasi mereka,” kata Hengky.

Ia menyatakan bahwa di ada satu pun dari 122 korban TPPO penjualan ginjal tersebut yang meninggal duni. Namun, polisi masih akan terus memantau kondisi para korban.

Lebih jauh, Hengky menjelaskan ada beberapa modus operandi sindikat tersebut dalam menjaring para korban, yakni pertama merekrut melalui sosial media Facebook. Dalam temuan pihak kepolisian terdapat dua akun yang melakukan perekrutan yakni Donor Ginjal Indonesia, dan Donor Ginjal Luar Negeri. Modus kedua adalah perekrutan dari mulut ke mulut.

Menurut keterangan dari para korban, penerima donor ginjal berasal dari berbagai negara, yakni India, Malaysia, China, dan sebagainya.

Hengky menduga bahwa sindikat jual beli ginjal ini kemungkinan sudah berlangsung lama, dan bukan satu-satunya. Selain itu, sindikat penjualan organ tubuh manusia ini diduga terdapat di dalam negeri, karena salah satu tersangka yang merupakan mantan pendonor ginjal, melakukan transplantasi ginjal di Indonesia.

“Jadi yang luar negeri kita kerjakan, dan kita akan kembangkan lagi yang di dalam negeri,” tuturnya.

Kadiv Hubinter Polri, Krishna Murti, mengungkap bahwa terungkapnya kasus TPPO penjualan organ ginjal ini berawal dari sebuah basecamp di Perumahan Villa Muara Gading, Tarumajaya, Bekasi.

Para korban dibawa ke Kamboja untuk kemudian operasi transplantasi ginjal di salah satu rumah sakit milik pemerintah Kamboja, yakni RS Preah Ket Mealea. Pihak penyidik, kata Krishna, mengaku awalnya cukup kesulitan untuk mengungkap dan menyelamatkan para korban.

“Kesulitan kami adalah belum ada kesepahaman tentang kasus-kasus TPPO baik di lingkungan internal dalam negeri, domestik khsusunya K/L, termasuk KBRI yang sebagian menganggap ini belum terjadi tindak pidana, tapi kami meyakinkan bahwa ini telah terjadi tindak pidana,” ungkap Krishna.

“Terjadi eksekusi transaksi ginjal di RS pemerintah. Ini menjadi catatan, sehingga kami harus berkomunikasi dengan otoritas yang lebih tinggi bahkan kami harus berbicara ke staf khusus Perdana Menteri untuk meminta bantuan memulangkan para korban TPPO ini. Kami juga berkomunikasi ketat dengan Kepolisian Kamboja, Interpol Kamboja, dan alhamdulilah kasus ini terungkap,” jelas Krishna.