Nyawa 135 Tumbal Tragedi Kanjuruhan Bak Angin Lalu Usai Terdakwa Divonis Bebas

Keluarga-korban-tragedi-kanjuruhan.jpg
(Suara.com/Alfian Winanto)

RIAU ONLINE - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak aparat kepolisian untuk kembali membuka penyelidikan dan penyidikan kasus tragedi Kanjuruhan. Mereka menilai proses hukum sejauh ini 'penuh kejanggalan' dan belum mengungkap secara utuh peristiwa memilukan yang menewaskan 135 orang tersebut.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menduga proses hukum tragedi Kanjuruhan 'dirancang untuk gagal' dan 'hanya menyasar aktor lapangan'.

“Sejak awal ini ada indikasi diniatkan untuk gagal. Dari penetapan tersangka enam orang, tapi tidak membawa pelaku penembak gas air mata ke tribun, itu jelas memutus prinsip kausalitas dalam pidana. Ini artinya ingin mengaburkan peristiwa yang sesungguhnya terjadi,” kata Isnur dalam konferensi pers di Jakarta, dimuat BBC Indonesia, sebagaimana dilansir dari Suara.com, Rabu 22 Maret 2023.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), LBH Surabaya, LBH Pos Malang, Lokataru dan IM 57+ Institute, mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan berdasarkan pemantauan mereka sejak masa sebelum dan dalam proses pengadilan.

Untuk memastikan tragedi Kanjuruhan diusut secara tuntas sesuai rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), mereka bahkan menyurati Presiden Jokowi, Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Kapolri Jenderal Listyo Sigit, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Polri pun didesak untuk menindaklanjuti dugaan adanya 'perintangan penyidikan' dalam kasus ini.


Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya telah memvonis enam terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan. Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris divonis hukuman 1,5 tahun penjara, Security Officer Suko Sutrisno divonis satu tahun penjara, dan Danki III Brimob Polda Jawa Timur divonis 1,5 tahun penjara karena kelalaian yang menyebabkan kematian.

Sedangkan dua polisi, yakni Kepala Bagian Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmad divonis bebas.

Putusan ini ditanggapi oleh Fatia Maulidianti dari Kontras. Fatia menilai proses persidangan ini 'hanya formalitas dan tidak memutus rantai impunitas aparat'.

“Jadi seperti seakan-akan 135 nyawa yang meninggal seperti angin lalu, tidak ada tanggung jawab yang menyeluruh,” tutur Fatia.

Di samping itu, koalisi masyarakat sipil juga menyoroti rekomendasi TGIPF yang sampai saat ini “tidak ditindaklanjuti secara menyeluruh”. Koalisi masyarakat sipil sejauh ini melihat ada evaluasi yang berarti pasca tragedi Kanjuruhan.

“Ini tidak memberi dampak apa-apa pada perubahan tata kelola sepak bola Indonesia, tidak ada perubahannya,” ujar dia.

Sebab itu, mereka mendesak pemerintah dan Komnas HAM segera memastikan agar seluruh lembaga dan kementerian menjalankan rekomendasi TGIPF.

TGIPF dalam rekomendasinya meminta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru, panitia pelaksana pertandingan, security officer, Polri, TNI, hingga sejumlah kementerian berbenah.

Poin-poinnya mencakup agar pihak terkait memprioritaskan faktor risiko dalam pertandingan, menghindari konflik kepentingan di tubuh PSSI, menghentikan penggunaan gas air mata pada setiap pertandingan sepak bola, memastikan kesiapan pengamanan, hingga merenovasi stadion-stadion sepak bola di Indonesia sesuai standar keamanan FIFA.