Geger Surat Larangan Warga Korban Kebakaran Depo Plumpang Gugat Pertamina, Begini Isinya

Surat-perjanjian-warga-plumpang.jpg
(Liputan6/Muhammad Radityo Priasmoro)

RIAU ONLINE - Samua baru saja kehilangan putranya, Hadi (30), dalam kebakaran Depo Pertamina Plumpang, pada Jumat 3 Maret 2023. Belum usai kesedihan Samua saat serah terima jenazah putranya di RS Polri, Samua mengaku dihampiri otoritas yang mengaku sebagai pihak Pertamina.

Orang itu meminta Samua untuk menandatangani secarik kertas berisikan persetujuan menerima santunan sebesar Rp 10 juta. Menurutnya, uang itu merupakan biaya pemakaman dan dana belasungkawa Pertamina terhadap keluarga korban jiwa.

Ibu yang hampir berusia kepala tujuh itu mengaku tidak bisa membaca. Namun, ada rasa curiga dalam dirinya saat pemberian uang santunan dari Depo Pertamina Plumpang itu harus ditandatangani di atas materai. 

Sementara, pihak yang mengaku otoritas Pertamina itu hanya mengatakan bahwa penandatanganan itu sebagai bukti laporan ke atasan bahwa uang sudah diserahkan.

"Saya menolak, tapi dia seperti memaksa harus ditandatangani. Apalagi saat itu menantu saya yang mendampingi dilarang mengambil gambar surat tersebut," kata Samua, dikutip dari Liputan6.com, Kamis, 9 Maret 2023.

Samua mengungkap bahwa kala itu ada sejumlah awak media. Pihak yang mengaku dari Pertamina itu meminta agar gambar dihapus. Kecurigaan Samua semakin bertambah, karena menurutnya seperti ada yang disembunyikan. 

"Tidak boleh difoto, mereka minta wartawan menghapus dokumen terkait," jelas Samua. 

Menantu Samua, menjelaskan bahwa satu dari sederet poin dalam surat tersebut menegaskan bahwa keluarga korban jiwa kebakaran Depo Pertamina Plumpang dilarang untuk melayangkan gugatan setelah menerima santunan Rp 10 juta tersebut.

Samua hanya bisa pasrah dan terpaksa menandatangani surat itu. Terlebih lagi, Samua tidak mendapatkan salinan surat tersebut, bahkan pihak keluarga tidak boleh mengambil gambar.

Nasib yang sama juga dialami Iriana (65), satu dari korban yang meninggal dunia akibat kebakaran hebat itu. Iriani tinggal di tinggal di RT06 RW01. Pihak keluarga Iriana bercerita mengalami hal serupa seperti Samua.

"Iya keluarga suruh tanda tangan saat serah terima jenazah. Saat itu adik saya, anak dari almarhumah yang tanda tangan. Dikira santunan kematian saja, tapi ternyata saat dibaca pasal-pasalnya ada yang menyebut kami selalu keluarga korban tidak boleh menggugat Pertamina sebab sudah menerima santunan," kata Tri yang masih merupakan anak kandung dari almarhumah.

Sayangnya, kata Tri, dirinya tidak di RS Polri saat adiknya menandatangani surat itu. Kendati begitu, sang adik yang bernama Sulistia Wati mengaku tidak terima dengan poin di urutan ketiga dalam surat tersebut.

"Adik saya saat tanda tangan belum baca, jadi langsung tanda tangan di atas materai. Baru dibaca lebih jeli ternyata ada yang tidak sepaham," tutur Tri. 

Tri menyebut, adiknya langsung ingin merevisi poin tersebut dengan mencoret pasal di nomor tiga dalam surat itu. Tetapi karena sudah dibubuhi materai, artinya surat itu seharusnya sudah tidak berlaku atau batal.


Tapi kali ini, Tri dan keluarga hanya mendapatkan dokumentasi surat tersebut dalam bentuk foto. Namun, tak ada salinan yang diberikan kepada pihak keluarga korban. 

Hal ini memicu kecurigaan baru bagi keluarga korban yang meninggal dunia. Sebab, sejumlah tetangga Tri juga mendapat surat serupa yang tulisannya persis.

Tri heran, sebab surat itu tidak dilengkapi Kop Surat dari Pertamina. Tri bahkan menduga bahwa surat itu menjadi agenda terselubung dari oknum terkait yang memanfaatkan situasi ini dan membuat keluarga korban tidak bisa melakukan upaya hukum lanjutan dikarenakan surat tersebut.

"Harusnya ada Kop Surat Pertamina dong, ini tidak ada. Jangan-jangan ada sesuatu yang mau mengatasnamakan warga bersama," curiga dia.  

Selain Samua dan Tri, Rokhmat juga mengaku mendapat keterangan yang sama perihal surat tersebut. 

Rokhmat juga menunjukkan surat itu kepada Liputan6.com. Surat itu sama persis dengan milik Tri. Tapi lagi-lagi, tidak ada salinan yang diberikan, melainkan hanya dokumentasi foto. 

"Sama mas, surat saya juga begitu. Kasih santunan, ada tanda tangan materai, dan keterangan tidak boleh menggugat," jelas Rokhmat.

Sejumlah warga mengaku telah melaporkan kecurigaan permainan pihak tidak bertanggung jawab itu kepada RW setempat. Samua, Tri dan Rokhmat mengaku sudah menyampaikan bukti-bukti itu.

Ketua RW 01, Bambang, mengaku telah meneruskan informasi warga tersebut kepada pihak terkait seperti pemerintah kota setempat dan aparat berwenang. Mereka berjanji akan menelusuri kepada pihak yang bersangkutan.

"Sudah saya kasih tahu keluhan warga saya,” ujar Bambang.

Abdus, Ketua RW 09 juga telah melakukan hal yang sama. Saat ini ia tengah mendata warga yang bernasib sama seperti Samua.

"Saya sedang data dan kalau ada buktinya akan kami proses. Sebab Ibu Samua tidak bisa baca dan tidak boleh difoto, tidak dapat salinannya juga jadi saya masih terus mencari informasi ke warga lain," jelas Abdus di Pos RW 09.

Adapun isi surat tersebut yakni sebagai berikut:

1. Bahwa saya memiliki hubungan keluarga sebagai …….. (status hubungan keluarga dengan korban jiwa) dari ……(nama korban jiwa) 

2. Telah menerima dan setuju atas santunan uang duka dan pemakaman atas meninggalnya ….(nama korban jiwa)… sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam insiden kebakaran di Integrated Terminal Jakarta-Plumpang dari Pertamina Patra Niaga. 

3. Bahwa saya dan/atau AHLI WARIS menyatakan dengan diterimanya santunan ini maka kami tidak akan mengajukan gugatan maupun tuntutan kepada Pertamina Group. 

4. Bahwa saya dengan ini mewakili dan menyetujui atas pernyataan yang sama dengan AHLI WARIS lainnya (dalam hal terdapat saudara/keluarga lain yang masih menjadi AHLI WARIS).

Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, membantah informasi tersebut. Dia memastikan kabar yang disampaikan warga itu tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, uang yang diberikan kepada warga adalah dana bantuan pemakaman.

Terkait surat perjanjian yang disebut warga untuk tidak melakukan penuntutan, Irto menjelaskan surat itu sebagai bukti penyerahan bantuan dan untuk menghindari di kemudian hari ahli waris lain menyatakan berhak atas uang yang telah diberikan.

"Jangan sampai ada ahli waris lain yang menyatakan dia yang berhak. Hal itu sudah dijelaskan juga pada saat pemberian," ujar Irto.  

Irto juga menegaskan bahwa tak ada larangan kepada warga untuk menggugat Pertamina saat uang bantuan pemakaman itu diberikan.

"Saat proses penyerahan bantuan biaya pemakaman, tidak terdapat pemaksaan terkait persetujuan untuk tidak mengajukan gugatan kepada Pertamina," katanya.