Menkes Terawan "Gas" Profesor Havard karena "Doakan" WNI Terjangkit Corona

Menteri-Terawan-dan-Professor-Havard.jpg
(kolase/berbagai sumber)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Menteri Kesehatan, Dr Terawan Agus Putranto berang dengan hasil penelitian profesor Profesor Marc Lipsitch yang mengatakan kemungkinan Warga Negara Indonesia ada yang positif corona lewat kajian yang dilakukannya.

Nadhira Afifah, mahasiswi Indonesia di Harvard TH Chan School, mengatakan Profesor Marc Lipsitch dari kampus ternama dunia itu kaget mengetahui reaksi pemerintah atas risetnya tentang penyebaran virus Corona.

"Beliau kaget kemarin di'gas' sama pemerintah Indonesia," kata Nadhira saat dihubungi Tempo, Jumat, 14 Februari 2020. Ini pertama kali Lipsitch mendapat tanggapan "keras" soal hasil kajiannya.

Menurut Nadhira, Lipsitch sejatinya bukan pribadi yang vokal atau agresif. Sehingga komentar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengejutkan dia. "Beliau tipe orang belakang panggung. Sangat passionate dengan research dan fokus di kantor atau lab saja."

Mahasiswi jurusan Global Health ini telah mewawancarai Lipsitch secara langsung. Hasil wawancara diunggahnya ke media sosial YouTube.


Sebelumnya, Lipsitch membuat riset prediksi yang dengan membandingkan data pengunjung suatu negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi terinfeksi virus Corona. Salah satu temuannya menyebut Indonesia seharusnya memiliki lima kasus infeksi Corona.

Prediksi Liptsitch membuat Terawan tersinggung. Terawan yakin benar Indonesia hingga kini tidak ada kasus positif virus Corona karena menerapkan standar internasional dan menggunakan alat uji yang canggih.

"Itu namanya menghina itu. Wong peralatan kita kemarin di-fix-kan dengan duta besar AS. Kita menggunakan (alat) dari AS. Kit-nya dari AS," katanya di Gedung Grand Kebon Sirih, Jakarta, Selasa lalu, 11 Februari 2020.

Saat diwawancarai Nadhira, Lipsitch mengatakan penelitiannya tidak fokus ke satu negara saja. Risetnya pun bukan untuk menilai kualitas dari sebuah negara atau kemampuan pengamatannya.

"Namun sebagai contoh dalam situasi ini seharusnya sudah ada kasus yang terdeteksi. Jadi penelitian ini sejak awal tidak ditujukan untuk Indonesia," ujar Nadhira.

Artikel ini sudah terbit di Tempo.co