Heboh Pohon Akasia "Menangis", Polisi Minta Ditebang, Pakar Bilang Begini

Pohon-menangis.jpg
(Beritajatim.com)

RIAU ONLINE, SURABAYA-Pohon 'menangis' di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur bikin heboh warga Jawa Timur.

Pasalnya pohon akasia milik seorang mengeluarkan suara mirip tangisan.


Pohon ini tumbuh setinggi 20 meter dan garis tengah 50 centimeter di halaman belakang rumah Wardi (83), warga Dusun Krajan, Desa Mojosari.
“Pohonnya berusia lima tahun dan baru ‘menangis’ sekitar seminggu lalu,” kata Mawardi (40), cucu menantu Wardi, kemarin.

Menurut Mawardi, orang yang pertama kali mendengar suara seperti tangisan itu adalah Aldi Fari, keponakannya yang berusia tiga tahun.
“Dia bermain di belakang rumah. Lari bilang ke ibunya, kalau ada orang menangis,” katanya.


Homsinah, sang ibu, semula tidak percaya. Namun ia mengalah dan mengikuti ajakan Aldi untuk mengecek ke pohon itu dan memang mendengar suara seperti tangisan.


“Akhirnya cerita ke tetangga dan keluarga,” kata Mawardi.
Mawardi sendiri baru mendengar sendiri suara yang seperti suara tangisan remaja itu kemarin. Ia dekatkan telinganya dengan jarak lima centimeter dari batang pohon.


“Saya sendiri percaya tidak percaya,” katanya.
Mawardi tidak tahu penyebab suara tangisan. “Polisi sudah mengecek, takut ada faktor penipuan. Ternyata tidak ada. Itu alami,” katanya.


Dia menduga suara berasal dari gesekan dedaunan antar pohon akasia dan pelepah kelapa saat angin berembus. Pasalnya, saat angin tak berembus, suara tangisan itu tak terdengar.



Pohon menangis ini bikin heboh setelah viral di media sosial Facebook. Mereka berbondong-bondong ke rumah tersebut. Mereka ingin membuktikan sendiri. Mawardi tak memungut biasa sepeser pun bagi warga yang datang dan ingin mendengar.


Mawardi membantah jika itu pohon keramat. “Itu pohon akasia biasa,” katanya.
Mawardi berusaha agar tak banyak yang datang. “Saya beri arahan kalau itu suara kayu bergesekan,” katanya.


Kepala Kepolisian Sektor Puger Ajun Komisaris Ribut Budiyono sempat mendatangi rumah Wardi untuk mengecek. “Kami berkoordinasi dengan pemilik pohon akasia supaya pohon tersebut dipotong agar tidak dimanfaatkan oleh pihak ketiga untuk kepentingan pribadi,” katanya.


Polisi khawatir ‘pohon menangis’ ini akan dimanfaatkan pihak ketiga untuk kegiatan berbau mistis. Polisi juga mewaspadai munculnya kasus pencurian kendaraan bermotor, karena banyaknya warga yang datang dan memarkir kendaraan dekat lokasi pohon.


Polisi juga berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat dan musyawarah pimpinan kecamatan agar memberikan sosialisasi bahwa tak ada yang istimewa dari pohon itu.


“Kami memberikan pemahaman di media sosial terkait fenomena pohon menangis, supaya masyarakat berpikir secara logis,” kata Ribut.

Suara yang terdengar seperti tangisan dari pohon akasia di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur bukan fenomena aneh. Fenomena itu bisa dijelaskan ilmiah.


“Dalam riset biologi, itu sesuatu yang wajar,” kata Wachyu Subhan, dosen biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, Sabtu 18 Januari 2020.


Fenomena munculnya suara ini dikarenakan adanya stres lingkungan.
“Maksudnya begini: sekarang dari musim kering ke hujan. Memungkinkan terjadinya absorbsi nutrient dari tanah masuk ke tanaman,” kata Wachyu.

“Ketika tumbuhan mengabsorb makanan yang banyak, terjadi kelebihan dan muncul tekanan dari dalam ke luar. Bentuk kompensasi pengeluaran ada beberapa macam. Kalau keluarnya dalam bentuk air melalui stomata, itu akan muncul namanya gutasi. Jadi air menetes. Kalau kita di bawah pohon, kesannya hujan padahal tidak hujan,” kata Wachyu.


Kompensasi lainnya adalah keluarnya suara. “Karena ada tekanan dari dalam ke luar, yang keluar adalah bahan-bahan sekresi. Bahan-bahan sekresi ini bisa keluar lewat lentisel atau lubang yang ada di batang. Di situ karena tekanan besar akan muncul suara terhimpit yang kesannya seperti tangisan,” kata pria yang juga menjabat Wakil Rektor II Universitas Jember ini.


Lentisel ini sempit. “Bisa juga suara dikeluarkan pada luka pada batang. Substansinya karena stres lingkungan, dia mengeluarkan kelebihan (bahan sekresi) tadi,” kata Wachyu.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com