Nama Politisi Golkar Disebut di Dokumen Skenario Dugaan Penggulingan Gus Dur

Virdikarepro-Suara.com-oleh-Erick-Tanjung.jpg
([Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung])

RIAU ONLINE, JAKARTA-Nama politisi senior partai Golkar disebut-sebut di Buku Menjerat Gus Dur (2019; Numedia Digital Indonesia), menggegerkan publik.

Buku ini mengungkap  skandal dugaan adanya skenario sejumah elite politikus melengserkan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari tampuk kursi kepresidenan tahun 2001.

Virdika Rizky Utama, penulis buku tersebut, kepada Erick Tanjung—jurnalis Suara.com—mengakui tergerak menyusun buku itu berdasarkan dua dokumen rahasia temuannya.

Satu di antara dua dokumen itu adalah, surat berisi notulensi rapat elite politik Partai Golkar dan sejumlah pihak di rumah Arifin Panigoro pada 22 Juni 2000. Notulensi sebanyak 9 lembar itu tertanggal 3 Juli 2000 yang ditandatangani oleh Priyo Budi Santoso.

Kedua, surat bercap confidential berjumlah 3 lembar yang ditulis Fuad Bawazier kepada Ketua Umum Golkar, Akbar Tandjung tertanggal 29 Januari 2001.

Khusus soal surat Fuad Bawazier yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Akbar Tanjung, terbilang unik.

Sebab, berdasarkan kop surat, terdapat keterangan waktu yakni tanggal 16 Januari 2001 pukul 22.43 WIB.

Namun pada bagian akhir surat, persis di atas nama Fuad Bawazier, tertera tanggal 29 januari 2001 atau dua hari sebelum Memorandum I oleh DPR untuk Gus Dur.

Surat yang ditulis oleh Fuad Bawazier untuk Akbar Tandjung menyebut bahwa surat itu adalah satu pelaksanaan rencana Semut Merah alias Semer.


“Tugas yang diberikan kepada Fuad Bawazier berkaitan dengan penggalangan opini, dukungan masyarakat luas, mahasiswa, media, ormas, pengusaha, cendekiawan, preman, kelompok kanan, serta masyarakat lainnya di seluruh Indonesia, dalam rangka penjatuhan kredibilitas Presiden Wahid melalui kasus Buloggate dan Bruneigate yang telah berjalan sesuai rencana,” tulis Virdika, hlm 151.

Virdika pada halaman yang sama melanjutkan, “Bahkan lebih dari itu, kekuatan dan efek dari operasi tahap pertama ini–menurut pandangan Fuad—sudah harus ditingkatkan kepada pelaksanaan operasi skenario kedua, yakni: memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati Soekarnoputri menjadi presiden, yang akan bisa kendalikan dan pada akhirnya akan kita singkirkan juga.”

Pada surat Fuad yang didapatkan Virdika, terdapat 7 laporan garis besar dan sejumlah rekomendasi hasul pelaksaan skenario pertama (halaman 152-153).

Pertama, BEM PTN dan PTS seluruh Indonesia yang telah dikoordinasi serta kelompok kanan ormas Islam untuk mengepung Senayan untuk menekan DPR agar menerima kerja pansus yang menyatakan Gus Dur telah menyalahgunakan kekuasaan.

Kedua, saat sidang paripurna digelar, mahasiswa akan bergabung dengan massa pemuda Partai Keadilan dan sejumlah ormas lainnya.

Ketiga, memperoleh dukungan dari sejumlah orang yang meemngaruhi beberapa kantong massa PDIP untuk melakukan demonstrasi menyikat Gus Dur di sidang parlemen.

Keempat, melakukan aksi borong dollar di pasar vaulta asing untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah.

Kelima, kerja media massa yang bertugas mem-blow up secara kolosal dan provokatif semua pemberitaan berkaitan dengan tuntutan mundur terhadap Gus Dur.

Keenam, penggiringan opini publik oleh para tokoh dan cendekiawan atas kegagalan pemerintahan Gus Dur lewat tulisan di media massa.

Ketujuh, tugas saudara Dien Syamsuddin untuk mengendalikan MUI lewat kasus Ajinomoto telah berhasil memaksa para ulama dan tokoh agama mencabut dukungannya kepada presiden.

Erick Tanjung, jurnalis Suara.com yang melakukan wawancara terhadap Virdika, juga diberi kesempatan untuk mereproduksi dokumen tersebut.

Bantahan Akbar dan Fuad

Akbar Tanjung sendiri, ketika dikonfirmasi oleh Virdika tanggal 24 januari 2019, mengatakan, "“Mungkin saja datanya, mungkin juga tidak. Kalau pun ada, saya tidak terlalu fokus atau memperhatikannya."

Kendati demikian, tulis Virdika pada halaman 154 manuskripnya, "Akbar mengakui bertemu dengan Fuad Bawazier beberapa kali. Hanya saja, lanjut Akbar, tak pernah membicarakan detail atau sejauh seperti yang tertulis di dokumen tersebut."

Sementara Fuad Bawazier kepada Virdika tanggal 25 Januari 2019 "Mengaku tak pernah membuat surat kepada Akbar Tandjung. Menurutnya, proses penjatuhan Gus Dur disebabkan oleh tindakan Gus Dur sendiri yang sering menimbulkan kontroversi".

Artikel ini sudah terbit di Suara.com