Seribuan Istri Ceraikan Suami di Situbondo karena Chattingan Mesra

Cincin-kawin.jpg
(Rex/Mirror))

RIAU ONLINE, SURABAYA-Kemajuan teknologi ternyata juga berdampak buruk bagi ikatan pernikahan. Mudahnya menyapa teman hingga mantan pacar bikin hubungan makin erat dan banyak yang berujung menjadi perselingkuhan dan berakhir dengan perceraian.

Kantor Pengadilan Agama Situbondo telah menangani sebanyak 1.950 kasus cerai selama periode 2019. Jumlah gugatan cerai ini lebih tinggi ketimbang tahun lalu.

Panitera Pengadilan Agama Situbondo, Khadimul Huda menyebut kasus perceraian ini didominasi gugatan yang dilayangkan pihak istri kepada suami.

Salah satu pemicunya adalah ketidakharmonisan rumah tangga, selain masalah teknologi melalui obrolan digital atau chatting dengan pihak ketiga.

"Hingga pertengahan bulan Desember tahun ini ada 1.219 kasus cerai gugat atau gugatan cerai yang dilayangkan pihak istri kepada suami,” kata Khadimul Huda seperti dikutip Jatimnet.com, beberapa waktu lalu.

Menurut Khamidul, sepanjang tahun 2019 ini total kasus perceraian berjumlah 1. 950 perkara. Dari jumlah tersebut terdiri atas 1.219 gugat cerai, sedangkan cerai talak atau gugatan perceraian diajukan pihak suami sebanyak 731 perkara.


“Ada peningkatan 48 kasus perceraian tahun ini. Tahun 2018 lalu, gugatan perceraian sebanyak 1.902 perkara, dengan rincian diajukan pihak istri sebanyak 1.214 perkara dan gugatan cerai dari suami 688 perkara,” kata dia.

Penyebab tertinggi kasus perceraian selama 2019 dipicu ketidakharmonisan. Terjadi perselisihan antara pasangan suami-istri hingga berujung pada gugatan cerai di Pengadilan Agama.

Ia menambahkan, berdasarkan data dari PA Situbondo, perceraian dipicu ketidakharmonisan 1.451 perkara. Masalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga itu bermacam-macam, mulai dari kehadiran pihak ketiga serta tidak adanya kecocokkan antar pasangan.

"Masalah teknologi informasi juga menjadi salah satu penyebab, seperti tepergok chatting dengan pihak ketiga,” kata Khamidul.

Terdapat pula kasus perceraian yang disebabkan masalah ekonomi, meski jumlahnya relatif kecil, yakni sebanyak 163 perkara.

Sejauh ini, pihak PA Situbondo telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak melalui mediasi, meski banyak yang tak membuahkan hasil. Hanya ada sekitar empat hingga lima persen pasangan yang berhasil dimediasi.

“Kalau sudah tidak harmonis sangat sulit dimediasi, berbeda dengan kasus perceraian yang dipicu KDRT atau masalah ekonomi,” katanya.

Artikel ini sudah terbit di Suara.com.