Gerah Dikritik, Ini Kata Ditjen Pajak Soal Diskotik Bebas PPN

Pertunjuukkan-di-MP-Club.jpg
(YOUTUBE.COM)

 

RIAUONLINE, JAKARTA - Gerah karena dihujani kritik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhirnya angkat bicara soal alasan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas delapan jenis jasa kesenian dan hiburan, antara lain diskotik, karaoke, dan hiburan malam.

 

Hal ini terkait dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

 

"Tak kurang dari berbagai tokoh keagamaan hingga anggota DPR menyayangkan kebijakan pemerintah ini, khususnya kebijakan yang membebaskan diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya dari PPN," ujar Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito seperti dikutip dari situs resmi DJP, Kamis (27/8).


 

Sigit menilai telah terjadi salah persepsi di masyarakat soal kebijakan pemerintah itu. Menurutnya, kebijakan ini dilakukan guna menghindari pengenaan pajak ganda.

 

Sistem perpajakan di Indonesia, kata Sigit, membagi kewenangan pemungutan ke pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda). Sedikitnya terdapat 16 jenis pajak yang kewenangan pemungutannya berada di tangan Pemda, di mana salah satunya adalah pajak hiburan.

 

Pada pasal 4A Undang-Undang PPN, lanjut Sigit, disebutkan kriteria barang konsumsi dan jenis kegiatan atau jasa yang tidak dikenakan PPN. Antara lain makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran dan sejenisnya, serta jasa kesenian dan hiburan.

 

"Jika dicermati, pembebasan PPN atas barang dan/atau jasa seperti: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, serta jasa kesenian dan hiburan merupakan beberapa contoh penghindaran pajak berganda karena atas barang dan/atau jasa tersebut sudah dipungut pajak daerah," tuturnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline