Dipanggil Komisi III DPR RI Terkait Aduan PT Tri Bakti Sarimas, Begini Jawaban Kapolda Riau

Irjen-Mohammad-Iqbal-104.jpg
(TV Parlemen)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Komisi III DPR RI melayangkan panggilan kepada Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kombes Asep Darmawan dengan agenda rapat dengar pendapat terkait lelang PT Tri Bakti Sarimas (TBS).

Tidak hanya pihak Kepolisian Daerah Riau, Komisi III DPR RI juga menghadirkan perwakilan dari PT Karya Tama Bakti Mulya (KTBM), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Perwakilan dari Bank BRI dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum).

Rapat dengan Komisi III DPR RI ini tak lepas atas laporan PT TBS yang mengadu ke Komisi III DPR RI untuk mendapat perlindungan terkait sengketa aset dengan BRI.

Aduan ini dilakukan lantaran PT TBS merasa mendapat intimidasi hukum dari pihak-pihak yang berpolemik dengan perusahaannya.

Kali ini, Habiburokhman dari Fraksi Partai Gerindra, menjadi pimpinan rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI bersama pihak lainnya.

Awal rapat dimulai, Habiburokhman meminta Irjen Pol Iqbal memberikan penjelasan terkait dengan penanganan permasalahan lelang yang melibatkan PT TBS.

"Terhitung mulai hari Kamis 28 Desember 2023, Kepolisian Daerah (Polda) Riau sudah melakukan penyelidikan, interogasi terhadap saksi, penyitaan dokumen, cek tkp dan gelar perkara."

"Dari tindakan tersebut, polda Riau telah melakukan interogasi terhadap 26 saksi, menyita barang bukti berupa dokumen, 6 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan 8 Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU)," jelas Irjen Iqbal.

Tidak hanya itu, Irjen Iqbal juga menyampaikan beberapa rangkaian proses penyelidikan hingga penyidikan dan penetapan tersangka, Dirut PT TBS, Benyamin dan General Manager Bambang Haryono.

Apa yang dilakukan Polda Riau ternyata mendapat sorotan dari beberapa Komisi III DPR RI yang mengikuti rapat dengar pendapat tersebut.

Pertama dari Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Supriansa menyoroti sejak awal menerima laporan masuk di Polda Riau tanggal 5 Januari 2024 dan tanggal 8 nya melakukan penyelidikan.

"Melihat tanggal laporan masuk dan dilakukannya penyelidikan, kasus tersebut sangat urgent dikarenakan melihat respon dari kepolisian yang sangat cepat hanya 3 hari sejak tanggal 5 ke tanggal 8 januari," ujar Supriansa.


Meskipun begitu, Supriansa meminta Polda Riau jangan memilah-milah laporan dengan dalih ada unsur kedekatan, kepentingan dan lain-lain.

Selanjutnya, Supriansa juga menyoroti tindakan Polda Riau dengan menampilkan bukti penyidikan yang dilakukan dalam dokumentasi Papan tancap atau papan berbicara dengan keterangan "Tanah Ini Serang Dalam Pemeriksaan Kepolisian Daerah Riau".

"Seharusnya jika dalam penyelidikan harus menggunakan Police Line, sejak kapan tindakan seperti itu dilakukan, seolah-olah terlihat bahwa kepolisian menjadi tameng disalah satu pihak," jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kombes Asep memberikan penjelasan bahwa alasan pihak kepolisian memasang plang nama tersebut dikarenakan lahan kebun sawit yang terlalu luas

Sehingga tidak memungkinkan untuk memasang Police Line, akan tetapi pihak kepolisian juga tetap memasang police line di beberapa titik.

Selanjutnya Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Jacki Uly berpesan kepada Polda Riau agar kepolisian harus lebih berhati-hati, perlu kebijaksanaan dan tidak perlu memancing emosi masyarakat.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat juga menyampaikan, bahwa kesan yang ditangkap dalam kasus ini bahwa kepolisian digunakan untuk berpihak kepada salah satu yang bersengketa, apakah Polda Riau berpihak?,.

"Tuduhan-tuduhan yang kita dengar adalah kepolisian dalam menangani kasus ini berpihak kepada salah satu pihak," jelasnya.

Hal tersebut langsung dibantah Irjen Iqbal. Ia menyampaikan bahwa semua penyidik melakukan prosedur, tidak ada berpihak kepada salah satu, akan tetapi dengan adanya tindakan penjemputan paksa terhadap tersangka dikarenakan adanya kesulitan komunikasi karena tidak pernah hadir dalam 2-3 kali panggilan.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Adies Kadir menjelaskan, bahwa kasus di atas dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Pertama ada kasus wanprestasi, di mana itu masuk perdata. Kemudian kasus pidana ini masuk di bagian pencurian, yang sebelumnya telah diungkapkan oleh Dirkrimum Kapolda Riau.

Kemudian yang ketiga adalah kasus tata usaha negara, yaitu terhadap gugatan lembaga negaranya. Adapun kasus yang sedang berjalan saat ini yaitu adalah gugatan terhadap lembaga negara PTUN, perdatanya belum diajukan gugatan.

"Makanya harus dibagi tiga kasusnya. Ini saja guidance-nya pimpinan supaya tidak lari kesana kemari," ujar Adies.

Terakhir dari Anggota DPR RI Komisi III Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan menyampaikan bahwa kasus ini bermulai dari pinjam meminjam, kredit, urusan perdata, sehingga polisi tidak perlu hadir.

Sebelumnya, pada 28 Desember 2023, BRI melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang melakukan pelelangan terhadap lahan milik PT TBS yang terdiri dari 14 bidang tanah yang diperuntukkan antara lain untuk perkebunan kelapa sawit seluas 17.612,5723 Ha terletak di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.

PT TBS telah menjalankan usahanya serta ikut membangun daerah setempat sejak 1986.

Lahan tersebut sebelumnya dijadikan jaminan untuk fasilitas kredit pada PT BRI Tbk. berupa fasilitas kredit 'Perjanjian Pemberian Kredit Transaksional Khusus Kredit Modal Kerja (KMK), Forex Line dan Pengakuan Hutang, sejak 2018.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Jo. Pasal 1 angka 4 POJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati- hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum.

Karena terdampak Covid-19 pada 2022, PT TBS kemudian kesulitan melakukan pembayaran cicilan kepada BRI.

Saat itu, untuk pembayaran fasilitas kredit yang diberikan BRI, PT TBS telah memohon agar dapat dilakukan restrukturisasi atas kewajiban pembayaran guna penyelesaian pembayaran kredit.

Pihak Bank BRI menyampaikan bahwa ada bayaran menunggak tidak dibayar sejak 2022 dengan nilai bayaran 133 Juta USD dan sisa 107 USD yang harus dibayar, sehingga baru dibayar 20 Juta USD.