Masyarakat Dorong Polda Riau Usut Tuntas Kematian Gajah Rahman

dukungan-gajah-rahman.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Masyarakat terus menyuarakan keadilan atas kematian gajah Rahman, salah satu gajah Flying Squad di Taman Nasional Tesso Nilo, Pelalawan, Riau yang ditemukan lemas pada pagi 10 Januari, 2024 pagi dengan gading sebelah kiri hilang.

Dukungan aksi terus bergulir dari berbagai lapisan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Anti Perburuan Perdagangan Satwa Lindung Riau. Mereka mendorong Polda Riau khususnya Direktorat Kriminal Khusus untuk melakukan penyelidikan hingga tuntas terhadap kematian Gajah Rahman.

Para peserta melakukan berbagai aksi seperti pembacaan puisi, teatrikal dan orasi menyampaikan dukungan. Tidak hanya masyarakat Riau, namun juga seluruh Indonesia mendukung agar Polda Riau diberi kelancaran dalam mengusut pembunuhan Gajah Rahman.

Eko Handyko Purnomo, Koordinator Aliansi Anti Perburuan dan Perdagangan Satwa Lindung Riau menyatakan, "Aksi damai ini kami lakukan untuk mewakili ribuan suara masyarakat Indonesia, bukannya hanya Riau yang menginginkan keadilan bagi Gajah Rahman untuk itu mari kita kawal dan dukung penegakan hukum kasus ini."

"Kita bangga bahwa Riau masih memiliki gajah namun kita perlu khawatir bahwa kepunahannya akan datang lebih cepat jika kita tidak berbuat untuk melindunginya dan kita dapat berperan dengan berbagai macam cara," Tambah Eko.

Kematian Gajah Rahman, sang kapten dari tim Flying Squad (tim penanganan konflik gajah liar) sangat menyita perhatian publik karena gajah ini telah melekat dalam hati banyak orang. Gajah Rahman telah membantu manusia dalam menangani gangguan gajah liar namun mati dengan cara yang menyedihkan.

Dedikasi Gajah Rahman dan timnya selama hampir 20 tahun harus diapresiasi dengan ditegakkannya keadilan terhadap Gajah Rahman.


Konflik manusia-gajah dimanfaatkan dengan penanganan yang salah dengan menaruh racun di perlintasan gajah. Saat gajah mati, gadingnya hilang tidak berbekas. Mereka yang tega membunuh gajah-gajah tentulah orang orang yang tergiur manisnya uang untuk harga sebatang gading atau motif lainnya.

Jika gajah dibiarkan hidup alami, mereka bisa mencapai umur 60-70 tahun dan sepanjang hidupnya mereka membantu keseimbangan ekosistem dengan menyebar benih-benih tumbuhan agar keanekaragaman hayati tetap terjaga.

Gading gajah sejak dahulu dijadikan cenderamata bagi bangsawan, penguasa atau orang-orang berpangkat. Meskipun kebiasaan ini berubah tetap saja ada segelintir orang yang bangga mengoleksi gading gajah sebagai simbol kemapanan atau kepercayaan yang tidak jelas.

Konflik manusia-gajah meningkat akibat menyempitnya kawasan hutan sejak tahun 1990 an yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit, akasia, infrastruktur atau aktifitas pembangunan lainnya yang sebagian abai dengan prinsip keseimbangan alam. Manusia dan gajah memperebutkan kawasan yang sama dan gajah yang tak berdaya menjadi korban.

Sebagian dari gajah tersebut, seperti Rahman ditangkap dan dipindahkan ke kawasan pengelolaan seperti Pusat Latihan Gajah (PLG). Namun, gajah-gajah dalam kawasan pemeliharaan (eksitu) pun tidak lepas dari incaran.

"Semua menaruh harapan besar untuk keberhasilan pengungkapan kasus ini, seperti halnya kesuksesan para penegak hukum dalam mengungkap kasus-kasus besar seperti kasus narkoba dan lainnya," kata Eko.

Masyarakat pun bersama menyuarakan keadilan untuk Rahman dan gajah Sumatera

dengan mendukung Kepolisian Daerah Riau mengusut tuntas kasus pembunuhan gajah Rahman.

Mereka juga mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meningkatkan pengamanan gajah-gajah di kawasan eksitu dan di habitat alaminya dengan melakukan upaya nyata perlindungan gajah dan keanekaragaman hayati.

Selanjutnya, mendukung berbagai lapisan masyarakat untuk peduli dan mendukung perlindungan satwa dilindungi serta ekosistemnya.