Menilik Arah Transisi Energi di Riau, Sejauh Mana Tercapai Program Riau Hijau?

Nobar-dan-diskusi-riau-hijau.jpg
(LARAS OLIVIA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sejak terpilih menjadi kepala daerah Provinsi Riau, Gubernur Riau, Syamsuar, menggagas konsep yang diberi nama Riau Hijau. Riau Hijau adalah optimalisasi pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau menuju pembangunan berkelanjutan. 

Ada tiga kebijakan penting di dalamnya, yakni meningkatkan upaya pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, kualitas pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) serta Bauran Energi Dari Sumber Daya Alam Terbarukan.

Dalam perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau tahun 2019-2024, Riau Hijau menjadi payung kebijakan untuk seluruh Misi Kepala Daerah dan dibahas secara tersendiri dalam sub bab Kebijakan Khusus Daerah dalam RPJMD tersebut.

Hapriadi Malik, Perencana Ahli Madya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Provinsi Riau, menjelaskan program Riau Hijau merupakan komitmen Pemerintah Provinsi Riau terhadap pembangunan berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup menuju pembangunan berkelanjutan.

"Sebagaimana sudah menjadi komitmen global dalam SDG's, Pemerintah Provinsi Riau mendukung hal-hal yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup. Sebagai wujud dari komitmen tersebut, dihasilkan Peraturan Gubernur Provinsi Riau No. 9 Tahun 2021 tentang Riau Hijau," papar Hapriadi.

Hapriadi menambahkan, dalam konsep pembangunan Riau Hijau ini, Pemerintah Provinsi Riau sudah berusaha melibatkan unsur pentahelix, di antaranya pemerintah, perguruan tinggi, swasta, CSO, dan media. 

"Dari 49 lembaga yang menyatakan berkomitmen dengan pelaksanaan Riau Hijau ini, 39 di antaranya sudah menyusun rencana aksi," imbuhnya.

Kebijakan tersebut sejalan dengan seperangkat aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah Indonesia sebagai upaya Indonesia dalam menjalankan transisi energi bersih, seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, PP Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan Perpres Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, yang kemudian diikuti dengan seperangkat peraturan teknis pada tingkat kementerian/lembaga terkait misalnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali 2022, isu transisi energi menjadi salah satu isu prioritas yang menghasilkan kesepakatan seperti tertuang pada Deklarasi Pemimpin terutama poin 11 dan 12. Dalam dua poin itu, dinyatakan pentingnya mencapai net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060 dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 7 (Energi yang Terjangkau dan Bersih) untuk menyediakan stabilitas, transparansi, dan keterjangkauan energi bagi seluruh masyarakat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama Tim Advokasi Atas Keadilan Iklim beberapa waktu lalu menggugat izin yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap pembangunan PLTU Tanjung Jati A di Cirebon. Mereka menilai, izin lingkungan PLTU telah melanggar asas tanggung jawab negara dan asas kehati-hatian. Sebab operasional PLTU mengakibatkan kerugian negara dan menjadi aset terlantar lantaran beban oversupply.


Selain itu, izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A ternyata juga tidak memuat analisis dampak lingkungan (Amdal) atas paparan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kontribusinya terhadap pemanasan global serta perubahan iklim. PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW akan menghasilkan lebih dari 18 juta Ton CO2 setiap harinya yang akan berkontribusi bagi pemanasan global sebagai dampak perubahan iklim. 

Menurut Manager Media Trend Asia, Widia Primastika, keberadaan PLTU Cirebon 1 atau PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW sangat merugikan masyarakat di sekitarnya. Dimana keberadaan PLTU tersebut membuat nelayan perempuan tidak lagi dapat melaut. 

"Nelayan yang tadinya suami istri melaut, gara-gara ada PLTU, istrinya tidak bisa melaut lagi. Yang tadinya penghasilan sebagai nelayan bisa menutupi kebutuhan hidup mereka, sekarang setelah adanya PLTU Cirebon 1 tidak bisa lagi," kata Widia.

Widia juga mengungkapkan, pencabutan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW juga tidak disampaikan kepada masyarakat sekitar.

"Nelayan di Cirebon yang berada di sekitar PLTU tersebut tidak mendapat informasi bahwa Izin lingkungan PLTU Cirebon sudah dicabut," imbuhnya.

Dosen Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning, Masnur Putra Halilintar, menilai bahwa keberadaan PLTU menjadi sumber polutan bagi wilayah di sekitarnya. Mulai dari penambangan batubara, distribusi, hingga pembakarannya menjadi tenaga listrik.

"Mulai dari batubara, daerah isolasinya, itu jelas persoalan lingkungan. Kemudian mobilisasi bahan baku juga jelas persoalan lingkungan. di PLTUnya sendiri, prosesnya hingga ke pembakarannya itu semuanya persoalan lingkungan. Itu secara umum kita tahu bahwa banyak pencemaran-pencemaran. Dari beberapa penelitian yang kita lihat, itu pencemaran kimianya sampai 28 partikulat yang bisa menyebabkan penyakit seperti gangguan pernapasan, sampai ke yang kronis bahkan kematian akibat pencemaran PLTU," paparnya.

Masnur juga menambahkan, ada kepentingan energi murah dan kepentingan lingkungan kerap bertolak belakang. 

"Ketika kepentingan politiknya mengarah ke ekonomi, sudah pasti lingkungan diabaikan," tuturnya dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalis (SIEJ), Bentalanews.id atas dukungan Trend Asia.

Diskusi interaktif diselenggarakan di Toko Kopi Lin, Kota Pekanbaru, Selasa 10 Oktober 2023, sore. Sebanyak 30 peserta yang berasal dari kalangan mahasiswa, jurnalis, persma dan NGO di Riau cukup antusias mengikuti rangkaian kegiatan. Sebelum memulai diskusi, diawali nonton bareng (nobar) film dokumenter berjudul "Memukul Jatuh Mengadili PLTU" Garapan Tempo TV.

Koordinator SIEJ Simpul Riau, Ilham Yafiz berharap, peserta diskusi kali ini dapat mengetahui sejauh mana penerapan program Riau Hijau yang sudah dicanangkan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau periode 2019-2024 tersebut. 

"Diskusi kali ini membahas program Riau Hijau yang dicanangkan oleh Gubernur Syamsuar dan Wakil Gubernur Edy Natar Nasution. Apakah sudah terselesaikan dengan baik, program Riau Hijau ini?" tuturnya.