Meski Buron Korupsi, Hakim Lanjutkan Sidang Praperadilan Wakil Bupati Bengkalis

sidang-prapid.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Majelis hakim melanjutkan sidang praperadilan Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad setelah sempat ditunda pada pekan lalu. Sidang perdana ini digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, 17 Maret 2020.

Muhammad yang telah ditetapkan buron oleh Polda Riau tidak hadir dalam sidang itu dan diwakili dua kuasa hukumnya.

Sementara dari pihak termohon, dalam hal ini Ditreskrimsus Polda Riau, dipimpin oleh Kabidkum Kombes Pol Harry Nugroho.

Sidang perdana dipimpin hakim tunggal Yudissilen dengan agenda pembacaan materi dari pemohon. Di awal sidang, Hakim mengatakan jika sidang tersebut harus selesai tujuh hari kerja.

"Untuk mempersingkat waktu, pembacaan materi permohonan yang berhubungan saja," katanya.

Materi permohonan gugatan dibacakan oleh kuasa hukum Muhammad, Abdullah Subur. Kepada hakim, dia menyampaikan jika pemohon ingin menguji apakah penetapan tersangka terhadap dirinya dalam perkara korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Inhil tahun 2013, sudah sesuai prosedur.

Dari isi petitum pemohon menyampaikan Ditreskrimsus Polda Riau tidak cukup bukti dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka. Muhammad dan kuasa hukumnya menilai, penetapan tersangka terhadap Muhammad, dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

Muhammad pun memohon kepada Majelis Hakim PN Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara, berkenan untuk menerima permohonan praperadilan untuk seluruhnya.

Menyatakan tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Polri Daerah Riau, Direktorat Reserse Kriminal Khusus adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon.

Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon.

"Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Serta menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku," kata Abdullah Subur.


Usai pembacaan materi permohonan gugatan, hakim pun bertanya kepada pihak termohon.

"Apakah sudah ada jawaban (tanggapan)?" tanyanya.

"Minta waktu besok Yang Mulia" jawab tim termohon.

"Baiklah sidang kita tunda besok. Pagi jam 9 jawaban. Sorenya kalau ada replik dan duplik. Dan pada Kamis sidang pembuktian surat dan saksi. Untuk pemohon apa ada saksi yang dihadirkan?," tanya hakim kepada pihak pemohon.

"Ada 2 orang, ahli Yang Mulia," jawab kuasa hukum pemohon.

"Baik dengan begitu saya nyatakan sidang hari ini ditutup, dan dilanjutkan besok," tegas hakim sambil mengetuk palunya.

Untuk diketahui, Muhammad sendiri sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau untuk diperiksa, pasca ditetapkan sebagai tersangka.

Dia pernah dipanggil pada Kamis (6/2/2020). Lalu pada Senin (10/2/2020), dan terakhir pada Selasa (25/2/2020). Dalam tiga kesempatan itu, Muhammad tidak mengindahkan panggilan penyidik.

Namun, sudah tiga kali dipanggil dan tidak hadir, Muhammad yang juga merupakan Wakil Bupati (Wabup) Bengkalis ini, tak kunjung dijemput paksa.

Kasus dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp 3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam nota dakwaan JPU terhadap tiga orang terdakwa sebelumnya terungkap, korupsi dilakukan pada tahun 2013 di Kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau.

Pada dinas itu terdapat paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan PE 100 DN 500 mm dengan anggaran sebesar Rp3.836.545.000 yang bersumber dari APBD Riau.

Ketika itu Muhammad bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran adalah SF Harianto.

Pada saat lelang diumumkan pada tanggal 14 Mei 2013 hingga 21 Mei 2013 melalui website LPSE Riau www.lpse.riau.go.id, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen adalah sejumlah Rp3.828.770.000.

Saat lelang dimulai saksi Harris Anggara alias Lion Tjai selaku Direktur PT Cipta Karya Bangun Nusa mengaku sebagai supplier pipa dari Medan dan memakai tiga perusahaan untuk mengikuti lelang, yakni PT Panotari Raja, PT Harry Graha Karya dam PT Andry Karya Cipta.

Dalam pelaksanaan pipa terdapat penyimpangan dalam proses pelelangan. Terdapat kesamaan dukungan teknis barang/spesifikasi teknik yang ditawarkan antara dokumen ketiga perusahaan fiktif.

Terdakwa Sabar bersama Harris Anggara secara leluasa melaksanakan pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 mm TA 2013 secara tidak benar. Pipa transmisi yang dipasang tidak sesuai dengan SNI Nomor 4829.2:2012 maupun SNI Nomor 06-4829-2005, yang berarti material atau bahan baku yang digunakan tidak sesuai dengan standar mutu.

Pengujian terhadap kekuatan hidrostatik pipa selama 65 jam pada suhu 80°c akan tetapi pada saat dilakukan pengujian yaitu pada jam ke 36:24 pipa yang diuji tersebut pecah.

Selain itu, pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 mm TA 2013 telah terjadi keterlambatan 28 hari kerja.

Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan. Namun hal itu tidak dilakukan Dinas PU Riau. Diduga, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over.

Dalam proses pelaksanaan pengawasan pekerjaan oleh CV Safta Ekatama Konsultan yang dilaksanakan terdakwa Syafrizal Thaher dengan nilai Rp114.981.818, belum dipotong pajak 10 persen. Laporan dibuat secara tidak benar. Akibat perbuatan itu, negara dirugikan Rp2.639.090.623 miliar.