Cerita LBH Pekanbaru Dampingi Presma Unri Hingga Dilepaskan

Mahasiswa-Bentangkan-Spanduk-Protes.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

Laporan: SIGIT EKA YUANANDA 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru langsung mendampingi dua aktivis mahasiswa Universitas Riau, antara lain Presiden Mahasiswa Syafrul Ardi dan Menteri Sosial Politik Juni Syahputra, yang ditahan oleh kepolisian di Mapolda Riau. 

Penahanan keduanya usai peristiwa pembentangan spanduk bertuliskan kritikan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, Kamis, 8 Agustus 2019, di Gedung Daerah. 

“Setiap orang yang diperiksa atau diinterogasi, sebelumnya harus mengetahui alasan kenapa diinterogasi. Di setiap tingkat pemeriksaan dilakukan kepolisian, setiap orang mempunyai hak mendapatkan pendampingan dan proses fair, tidak terkecuali penahanan terhadap proses interogasi,” kata Kepala Operasional LBH Pekanbaru, Andi Wijaya. 

Saat tiba di Mapolda Riau, Tim LBH Pekanbaru tidak diperbolehkan bertemu dengan kedua mahasiswa ditahan. Polisi, tutur Andi, seharusnya memberikan hak kepada mahasiswa bertemu Tim LBH.

LBH Pekanbaru, tuturnya, diperbolehkan mendampingi keduanya selama proses pemeriksaan dilakukan kepolisian. ANdi menjelaskan, menyampaikan pendapat secara terbuka dan ditangkap dengan cara manusiawi adalah hak setiap warga negara.

"Negara serta aparatur harus memenuhinya, tanpa ada pengecualiaan. Namun, Polda Riau melakukan kesalahan sangat fatal dengan menahan mahasiswa karena menyampaikan pendapat dan aspirasinya," kata Andi mengkritik apa dilakukan polisi. 

Penyidik Kepolisian, tuturnya, melanggar hak-hak mahasiswa karena diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum. "Ini sudah terjadi pelanggaran HAM dan negara perlu memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak melanggar HAM tersebut" ujar Direktur LBH Pekanbaru, Aditia.

Polisi tuturnya, melanggar banyak aturan hukum seperti Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 yang  secara eksplisit menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat.


Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM secara lebih dalam mengatur tentang kebebasan berekpresi yang secara internasional juga dijamin Pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 tahun 2005.

"LBH sangat menyayangkan dan mengutuk hal tersebut serta menganggap kejadian itu sebagai kemunduran demokrasi. Penegak hukum seharusnya tidak menunjukkan arogansi terhadap masyarakat, tapi pengayom warga, Kepolisian harus menjunjung tinggi nilai-nilai HAM," jelasnya. 

 

Tak hanya itu, tutur Aditia, LBH Pekanbaru mendesak Kapolri memberikan sanksi tegas kepada Kapolda Riau telah membiarkan pembungkaman kebebasan berpendapat di muka umum dan penahanan sewenang-wenang. 

 

Sebelumnya, Presma BEM Unri, Syafrul Ardi dan Menteri Sosial Politik BEM, Juni Syaputra, digelandang ke Mapolda Riau usai membentangkan poster meminta penindakan karhutla pada Rapat Evaluasi Penaggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di gedung Daerah, kota Pekanbaru, Kamis siang.

 

Keduanya diamankankan ke Mapolda Riau usai membentangkan poster ketika Kapolda Widodo Eko Prihastopo sedang berpidato menjelaskan perkembangan penegakan hukum Karhutla Riau.

Kedua membentangkan spanduk berisikan kata-kata bertuliskan "Kapolda Jangan Lagi Kongkow dengan Korporasi", "Cabut Izin Pembuka Lahan dan Korporasi Ilegal," "Kita Harus Jaga Bumi Riau".

Aksi keduanya bersamaan dengan Kapolda Riau menyampaikan arahan terkait penanganan hukum bagi para pelaku pembakar lahan di Riau. 

Merasa terganggu, aksi dua mahasiswa membentangkan poster di dalam ruang rapat ini pun langsung dilarang petugas. Satu per satu poster dipampangkan oleh keduanya diambil dan dirobek petugas.

Setelah seluruh poster diambil petugas, tiba-tiba seorang mahasiswa berteriak "hidup mahasiswa". Aksi ini membuat Kapolda Riau Irjenpol Widodo Eko Prihastopo marah, "Tolong hormati saya, keluar, atau saya akan ambil tindakan represif," kata Kapolda Riau.

Dua mahasiswa ini kemudian digiring keluar ruangan oleh petugas. Sempat terjadi aksi saling dorong dan saling tarik antara mahasiswa dan petugas kepolisian. Karena kalah jumlah, mereka pun tidak berdaya dan pasrah saat digiring masuk ke dalam mobil di bawa ke Mapolda Riau untuk diproses lebih lanjut.