Kafala: Cerita Gelap di Balik Megahnya Stadion Piala Dunia 2022 di Qatar

Piala-Dunia-Qatar-2022.jpg
(FIFA via Kumparan)

RIAU ONLINE - Piala Dunia tak lepas dari kemegahan venue yang menjadi lokasi para timnas berbagai negara memperebutkan gelar juara dunia di sepak bola. Namun, ternyata ada cerita gelap di balik megahnya venue yang akan digunakan dalam perhelatan akbar sepak bola tahun ini di Qatar.

Proyek pembangunan stadion untuk ajang empat tahunan itu menelan korban jiwa sebanyak 6.500 tenaga kerja. Pekerja Bangunan dan Kayu Internasional (Building and Wood Workers/BWI) melaporkan bahwa otoritas Qatar membuat sistem kerja yang disebut sebagai Kafala, yang tidak mengizinkan pekerja berganti pekerjaan tanpa seizin majikan mereka, sebagaimana dilansir dari Suara.com, Minggu, 20 November 2022.

"Setelah lebih dari satu dekade kampanye untuk pekerjaan yang layak di sekitar Piala Dunia FIFA Qatar 2022, dua hari menjelang turnamen, International Building and Wood Workers' menyerukan otoritas Qatar untuk bergabung dengan BWI untuk membangun dan memperluas perbaikan dibuat dan untuk mendirikan pusat pekerja migran yang akan memungkinkan para pekerja untuk menentukan nasib mereka,” kata organisasi itu dalam keterangan resminya.

Kepada kementerian tenaga kerja Qatar, BWI pun mengajukan tiga permintaan pada setahun lalu. Mereka meminta untuk pendirian pusat pekerja, penerapan peraturan kesehatan dan keselamatan yang lebih tinggi di sektor konstruksi, dan penegakan yang lebih konsisten dari perubahan yang telah disepakati.

BWI mengatakan “sangat disesalkan” bahwa “masih belum menerima tanggapan atas inisiatif positif apa pun. Sebaliknya, ada keheningan yang memekakkan telinga.


"Dalam istilah sepak bola, pekerja migran memainkan waktu tambahan dan hasilnya masih belum diketahui," sebut laporan tersebut.

Sementara itu, seruan boikot juga datang dari sejumlah kelompok, BWI memilih untuk terlibat dengan Qatar. Serikat pekerja percaya kemajuan telah dibuat.

"Dalam beberapa kesempatan, BWI telah mengakui kemajuan yang dibuat di Qatar dalam beberapa tahun terakhir dalam undang-undang ketenagakerjaan,” katanya.

Kekecewaannya sekarang nyata dan telah menyebabkan frustrasi dengan pemerintah Qatar dan penyelenggara turnamen, FIFA, yang dituduh BWI gagal memenuhi standarnya sendiri tentang hak asasi manusia.

"FIFA mengadopsi kebijakan hak asasi manusia dan BWI diwakili dalam sebuah badan kecil untuk mengawasi kemajuan” kata serikat tersebut.

Kebijakan tersebut lanjut BWI menjabarkan komitmennya untuk menghormati semua hak asasi manusia yang diakui secara internasional dan untuk mempromosikan perlindungan hak-hak ini.

"Ini termasuk mendukung, menemani, dan mempertahankan reformasi dan memungkinkan kemajuan lebih lanjut dalam perlindungan hak asasi manusia pekerja migran di Qatar menjelang dan setelah tahun 2022," imbuhnya.