Triwulan II Ekonomi Riau Melambat

KETERANGAN-BI.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Bank Indonesia merilis perkembangan ekonomi Riau terkini dan prospek ke depan di gedung Bank Indonesia perwakilan Riau, Kamis, 10 Oktober 2019.

 

Dalam press conference tersebut diketahui bahwa perekonomian Riau tumbuh melambat dari 2,87% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 2,80% (yoy) pada triwulan II 2019. 

 

Dari sisi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau bersumber dari konsumsi pemerintah.

 

Hal tersebut didorong oleh meredanya intensitas pengeluaran belanja Pemilu yang telah terlaksana pada awal triwulan II 2019, serta menurunnya total APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Riau tahun 2019 sekitar 2,3% dibandingkan APBD tahun 2018. 

 

Perlambatan dari sisi lapangan usaha bersumber dari industri pengolahan, konstruksi, dan kontraksi pertambangan akibat natural declining.

 

Melambatnya pertumbuhan industri pengolahan dipengaruhi berlalunya aktivitas Pemilu. Pada triwulan I 2019, aktivitas Pemilu cukup signifikan mendorong permintaan produksi kertas, pencetakan, dan makanan minuman.

 

Sementara itu, melambatnya kinerja konstruksi dipengaruhi oleh berkurangnya intensitas konstruksi akibat banyaknya hari libur, dan telah berlalunya carry over penyelesaian 3 (tiga) infrastruktur strategis di Riau yaitu Jembatan Siak IV, Flyover SKA, dan Flyover Arengka. 

 

 

Pada bulan September 2019 Provinsi Riau tercatat mengalami deflasi sebesar 0,32% (mtm) atau 4,02% (yoy), menurun dibandingkan bulan Agustus 2019 yang tercatat inflasi sebesar 0,22% (mtm) atau 4,08% (yoy). 

 

Deflasi pada bulan September 2019 tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi selama 3 tahun terakhir yang mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm) atau 3,60% (yoy). 

 

Deflasi yang terjadi bulan ini bersumber dari kelompok bahan makanan terutama cabai merah yang pasokannya bertambah seiring dengan mulai masuknya musim panen di daerah sentra produksi. 

 

Realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan II 2019 secara umum lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan II 2018.

 

Realisasi belanja Riau hingga triwulan II 2019 tercatat sebesar 31,80%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 yang mencapai 32,53% dari pagu anggaran. 

 


Sedangkan pada sisi pendapatan pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 48,08%, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 45,08% dari pagu anggaran. 

 

Meskipun demikian, peningkatan pendapatan lebih didorong oleh peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) akibat adanya pembayaran dana tunda salur DBH 2017 dari pemerintah pusat. 

 

Stabilitas Sistem Keuangan daerah Riau pada triwulan II 2019 membaik dan terjaga di tengah melambatnya kinerja perekonomian. 

 

Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga Riau pada triwulan II 2019 secara umum masih tetap terjaga, yang tercermin dari NPL sektor korporasi yang membaik di tengah kredit korporasi dan RT yang melambat. 

 

Indikator perbaikan kinerja perbankan di Riau pada triwulan II 2019 juga tercermin dari membaiknya pertumbuhan tahunan aset dan LDR, serta membaiknya NPL di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK).

 

 

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Riau pada triwulan II 2019 tercatat masih mengalami net outflow, namun lebih rendah dibandingkan 2018.

 

Hal tersebut menandakan jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat (outflow) masih lebih besar dibandingkan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui perbankan (inflow).

 

Sementara itu, transaksi melalui kliring dan BI-RTGS mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun dari sisi jumlah warkat transaksi dibanding triwulan sebelumnya. Perkembangan kedua indikator ini mengkonfirmasi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi di Riau. 

 

Perkembangan ketenagakerjaan Riau pada bulan Februari 2019 menunjukkan perbaikan. Sejumlah indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,72% pada Februari 2018 menjadi 5,57% pada Februari 2019. 

 

Perkembangan kesejahteraan di Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 7,39% pada Maret 2018 menjadi 7,08% pada Maret 2019. Kondisi tersebut juga terindikasi dari tingkat kesejahteraan petani yang mengalami perbaikan. 

 

Secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berada pada kisaran 2,30 – 2,80 % (yoy), dengan kecenderungan meningkat terbatas jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018.

 

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan tahun 2019 diperkirakan bersumber dari net ekspor antar daerah dan konsumsi pemerintah. 

 

Dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan diperkirakan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Riau untuk keseluruhan tahun 2019. 

 

Namun, peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh lapangan usaha pertambangan yang terkontraksi lebih dalam, serta lapangan usaha pertanian, konstruksi, dan perdagangan yang diperkirakan mengalami perlambatan.

 

Inflasi Riau pada tahun 2019 diperkirakan masih berada dalam target inflasi nasional yang sebesar 3,5 + 1% (yoy). Tekanan inflasi kelompok Bahan Makanan yang masih cukup tinggi dalam periode berjalan diperkirakan menurun menuju akhir tahun 2019, namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2018. 

 

Lebih tingginya inflasi tahun 2019 utamanya didorong oleh kenaikan harga cabai merah. Secara keseluruhan, ketersediaan pasokan bahan makanan tetap perlu diwaspadai karena masih tingginya ketergantungan Riau terhadap daerah lain dan lebih panjangnya musim kemarau pada tahun ini. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Provinsi Riau baru akan memasuki musim penghujan pada triwulan IV 2019 dengan puncak musim hujan di sekitar November 2019. 

 

Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Riau tidak terlepas dari belum begitu beragamnya sektor penopang pertumbuhan ekonomi di Riau, dimana setidaknya sekitar 74% perekonomian Riau selama ini ditopang oleh sektor-sektor yang berbasis dan terkait erat dengan sumber daya alam (SDA), khususnya minyak bumi dan kelapa sawit. 

 

Kedepan, dinamika pasar komoditas global diproyeksikan tidak begitu menggembirakan.

 

Oleh sebab itu, perlu dipersiapkan dua strategi utama agar pertumbuhan ekonomi Riau mampu bertahan bahkan memiliki daya ungkit yang lebih baik. 

 

Strategi pertama adalah mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang mempunyai angka pengganda nilai tambah tinggi, terutama (1) perdagangan besar, eceran, dan reparasi; (2) real estate; (3) tambang lainnya (termasuk pertambangan rakyat); dan (4) perikanan. 

 

Strategi yang kedua adalah mengoptimalkan sektor-sektor unggulan yang sudah ada melalui kebijakan hilirisasi. Strategi hilirisasi dapat dibagi menjadi dua yaitu hilirisasi meningkatkan nilai tambah untuk pasar ekspor serta hilirisasi untuk meningkatkan penyerapan pasar domestik seperti biodiesel. 

 

Hilirisasi yang penting untuk didorong di Provinsi Riau adalah hilirisasi industri berbasis kelapa sawit. 

 

Hal tersebut dikarenakan masih tingginya ketergantungan perekonomian Riau terhadap SDA berbasis kelapa sawit serta tingginya persentase masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut (>40%). (Rls)