JK: Tak Boleh Lagi Eksploitasi Kawasan Gambut

Asap-Selimuti-Masjid-Agung-An-Nur.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/FAKHRURRODZI)



RIAU ONLINE, NEW YORK - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan akan memperbaiki tata kelola lahan dengan menghentikan izin pembukaan hutan alam menjadi hutan industri. Hal itu disampaikan JK saat bertemu dengan sepuluh wakil organisasi masyarakat sipil di New York di sela Sidang Umum PBB di New York, 25-27 September 2015.

 

Langkah itu, kata JK, perlu dilakukan melihat dampak kerusakan hutan saat ini. Ia menegaskan, pemerintah telah menyiapkan satu kebijakan yaitu menghentikan pembukaan lahan. “Tidak ada lagi lahan baru untuk meningkatkan produksi. Tidak boleh ada lagi eksploitasi terhadap kawasan gambut,” kata Jusuf Kalla melalui rilis yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Senin (28/9/2015).

 

Ia mengatakan telah menyampaikan rencana itu kepada para pengusaha anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin). JK mendorong pengusaha mengubah paradigma dalam menjalankan bisnisnya. Tak lagi mengedepankan ekstensifikasi lahan untuk meningkatkan produksi. Tapi melakukan intensifikasi.


“Asap adalah bukti masalah tata kelola. Hutan dirusak dan lahan gambut dibongkar,” kata JK menambahkan. (BACA JUGA: JK Persilahkan Singapura Bantu Atasi Kebakaran Lahan)



Selain itu, JK mengatakan akan tegas dan hati-hati dalam mengambil kebijakan pembangunan selanjutnya. “Kita (Indonesia) sudah pernah 3 kali melakukan kesalahan (kebijakan). Di hutan, batu bara, dan sawit. Jangan sampai terulang lagi,” katanya menegaskan.


Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan usai pertemuan itu mengatakan gagasan JK meninggalkan ekonomi berbasis lahan dalam skala luas adalah pilihan tepat. Karena dampak kerusakan lingkungan, ke depan, membuat pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas.


Tidak hanya itu, penerimaan negara dari sektor ekonomi berbasis lahan tergerus karena penanganan kerusakan lingkungan yang terjadi. Belum lagi beban pemulihan lingkungan. Seperti masalah kabut asap yang terjadi sejak 15 tahun terakhir. (KLIK: Al Azhar Berang Ada Spanduk Perusahaan di Posko Satgas Tanggap Darurat)


Apalagi tujuan pembangunan (SDG) yang disepakati di New York, 25 September lalu, terutama goal 15 meminta setiap negara anggota PBB melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan ekosistem darat (terestrial). Pemerintah diminta mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi, menghambat dan memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati. Data terbaru laju deforestasi hutan di Indonesia saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun.


Meski demikian, Nego mengingatkan Jusuf Kalla potensi dampak negatif intensifikasi lahan. Jika tidak dikaji dan dilakukan dengan tepat, intensifikasi juga berdampak pada kerusakan lahan.


Tidak hanya tata kelola hutan, Nego juga meminta wakil presiden melindungi ekosistem pesisir dari kerusakan yang lebih parah akibat proyek-proyek reklamasi di pesisir Indonesia, seperti yang terjadi di Bali, Makassar dan Jakarta. Karena proyek-proyek reklamasi itu berpotensi menghambat salah satu tujuan pembangunan yang menjadi komitmen Indonesia dalam SDG terutama goal 14.


SDG goal ke-14 intinya mendorong negara anggota PBB melakukan dan menjadikan prioritas konservasi dan pemanfaatan laut, samudera serta sumber daya maritim secara berkelanjutan. “Tanpa kebijakan revolusioner, persoalan lingkungan akan menyebabkan jumlah rakyat miskin terus bertambah,” tandasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline