Polemik Izin Usaha PT DSI, Dirjenbun Kurangi Luas Lahan Sesuai Yang Dikelola

Kebun-Sawit4.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, SIAK - Polemik terkait luas lahan yang dikuasai PT Duta Swakarya Indah (DSI) kembali mencuat ke publik, beredar informasi terkait Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT DSI segera dikurangi dari 8.000 hektar menjadi hanya 2.369,6 hektar. 

Ketua Perisai, Sunardi menjelaskan, pengurangan luas lahan dalam IUP PT DSI secara resmi memang belum dilakukan Bupati Siak. 

“Pengurangan memang pernah diusulkan, namun sampai sekarang belum ada keputusan resmi dari Bupati Siak untuk perubahan tersebut,” kata Sunardi, Selasa 15 April 2025.

Menurutnya, dasar perubahan IUP PT DSI merujuk pada Surat Keputusan Bupati Siak Nomor 57 HK/KPTS/2009 tanggal 22 Januari 2009.  PT DSI diberikan izin untuk membuka lahan perkebunan seluas 8.000 hektar. 

Namun, berdasarkan Surat Dirjen Perkebunan Nomor 229/PI.400/E/01/2016 tertanggal 14 Januari 2016, hanya 2.369,6 hektar yang dinyatakan sebagai lahan bebas garapan. Hal ini berdasarkan rekomendasi dari Camat Dayun, Camat Koto Gasib, dan Camat Mempura.

“Dirjenbun menyarankan agar dilakukan penyesuaian IUP sesuai lahan yang dapat diusahakan, dan meminta PT DSI untuk memproses pengurangan luas lahan melalui persetujuan bupati,” kata Sunardi sambil menunjukkan salinan surat dari Kementerian Pertanian.

Sunardi mengatakan, pengajuan pengurangan IUP ini sudah dilakukan sejak 2015 oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang ditujukan ke Dirjen Perkebunan. Proses ini ditindaklanjuti dengan sejumlah surat dari Pemkab Siak dan kementerian. Termasuk surat dari Dirjen Perkebunan pada 2016 dan surat perintah tindak lanjut pada 2024.

“Namun hingga saat ini, Keputusan Bupati yang menetapkan pengurangan tersebut belum juga dikeluarkan,” ujarnya.


PT DSI Belum Penuhi Kewajiban HGU

Dalam kesempatan yang sama, Sunardi menegaskan PT DSI belum memenuhi kewajibannya terkait penyelesaian Hak Guna Usaha (HGU). Padahal HGU  merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan kegiatan usaha perkebunan.

Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, sebagaimana diubah oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023.

“Dalam surat edaran Dirjen Perkebunan tertanggal 3 Juni 2024 dijelaskan perusahaan perkebunan hanya boleh menjalankan kegiatan apabila telah memiliki hak atas tanah dan perizinan yang lengkap. Jika tidak, maka kegiatan tersebut melanggar hukum,” kata Sunardi.

Ia menambahkan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-XIII/2015, syarat hak atas tanah dan izin usaha harus dipenuhi secara bersamaan. Ia menganggap operasional  PT DSI saat ini tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Sebagian Lahan Dikuasai Masyarakat

Data yang dihimpun Perisai, dari total 8.000 hektar yang tercantum dalam IUP PT DSI, hanya sekitar 2.369,6 hektar yang dinyatakan bebas dari klaim masyarakat. Sisanya merupakan lahan garapan masyarakat yang telah memiliki legalitas berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Keterangan Tanah lainnya.

“Fakta di lapangan menunjukkan, banyak masyarakat yang memiliki bukti kepemilikan sah atas lahan yang kini dikuasai oleh PT DSI. Ini menimbulkan konflik yang terus berulang,” ujar Sunardi.

Desakan Revisi IUP PT DSI

Konflik antara PT DSI dan masyarakat di Kecamatan Dayun, Koto Gasib, dan Mempura disebut Sunardi terus berlangsung hingga saat ini. Masyarakat mendesak agar Bupati Siak segera merevisi SK Bupati Siak Nomor 57 HK/KPTS/2009 guna menyelesaikan konflik yang berlarut-larut.

“Masyarakat berharap agar kepala daerah yang baru, Afni Zulkifli dan Syamsurizal, dapat menuntaskan persoalan ini dengan bijak dan berkeadilan. Peninjauan ulang terhadap legalitas PT DSI harus segera dilakukan,” tegas Sunardi.

Ia menutup keterangannya dengan harapan agar hak-hak masyarakat yang sah atas tanah dapat dipulihkan. Perusahaan juga diminta untuk tunduk pada aturan hukum yang berlaku.

“Keadilan agraria adalah pondasi utama dalam pembangunan daerah. Tidak bisa dikesampingkan begitu saja,” ujar Sunardi.