Putusan PN Bangkinang Picu Polemik: ARRM Nilai Rugikan Petani, Kades Sebut Sesuai Harapan

Koperasi-Produsen-Petani-Sawit-Makmur.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU — Aliansi Rakyat Riau Menggugat (ARRM) mendesak Pengadilan Tinggi Riau untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang yang memenangkan gugatan wanprestasi PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), kini PTPN IV Regional III, terhadap ratusan petani anggota Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M).

ARRM menilai putusan tersebut tidak adil, berpihak pada korporasi, dan mengabaikan fakta serta prinsip keadilan substantif. Bahkan, disebutkan bahwa ada petani yang sudah meninggal namun tetap dimasukkan sebagai pihak yang harus membayar utang dalam putusan tersebut.

Salah satu poin penting yang dipersoalkan ARRM adalah status sertifikat hak milik (SHM) petani yang dijadikan jaminan dana talangan oleh PTPN. Padahal menurut mereka, sertifikat itu adalah agunan pinjaman ke Bank Mandiri, bukan jaminan terhadap utang ke PTPN. ARRM juga menyoroti bahwa dalam proses persidangan, keterangan saksi, bahkan saksi ahli dari pihak tergugat, diabaikan.

"Putusan tersebut sangat merugikan petani kecil, bahkan ada nama-nama petani yang sudah meninggal dunia masih dicantumkan sebagai pihak yang harus membayar hutang. Ini tidak masuk akal dan melukai rasa keadilan," tegas Anggota ARRM, Muchlis dalam tuntutannya, Kamis, 12 Juni 2025.

Namun di sisi lain, Kepala Desa (Kades) Pangkalan Baru, Yusri Erwin, justru menyebut putusan PN Bangkinang tersebut tepat dan sesuai dengan harapan petani asli Desa Pangkalan Baru. 

Ia menyebut putusan tersebut diamini para sesepuh desa lainnya, dan menjadi awal yang baik untuk memperbaiki persoalan serta mengembalikan Koppsa-M sesuai peruntukannya, mensejahterakan masyarakat Desa Pangkalan Baru.

"Kami sudah lelah dengan konflik berkepanjangan ini. Selama ini, kami hanya menjadi alat bagi segelintir orang yang entah dari mana asalnya, yang rakus akan kekuasaan untuk menguasai areal kami," ujar Yusri, Kamis, 12 Juni 2025.

"Masyarakat terpecah belah, tidak ada keharmonisan di desa akibat konflik ini," katanya. 

Menurutnya, putusan tegas dari majelis hakim yang dipimpin Hakim Soni Nugraha itu adalah buah dari doa dan harapan para petani asli untuk perbaikan kepengurusan Koppsa-M dan kemitraannya dengan bapak angkat, PTPN IV Regional III.


Menurutnya, hal mendesak yang harus segera dilakukan adalah transparansi kepengurusan yang dinilainya tak terlihat akhir-akhir ini. Terlebih pasca ketua Koppsa-M sebelumnya harus mendekam di penjara.

Transparansi ini penting untuk dikedepankan menyusul gugatan tersebut dilakukan karena ulah dari para pengurus itu sendiri yang enggan membayar cicilan kepada PTPN, padahal perusahaan sebagai bapak angkat sekaligus corporate guarantee telah menyicil hingga hutang tersebut lunas.

"Coba bayangkan jika tidak ada PTPN, dah lama kebun ini disita oleh Bank. Kemarin juga saat di sidang, Pak Hakim mengatakan, tidak akan berdiri kebun ini kalau tidak ada PTPN," ujarnya.

"Bank mana yang mau mengeluarkan biaya sebesar itu kalau tidak ada penjamin. PTPN lah sebagai perusahaan negara, yang telah membantu. PTPN juga lah yang merealisasikan permintaan masyarakat kita yang dulu memang sejak awal memohon kepada mereka agar membantu membangunkan kebun," terang Yusri.

Dikatakannya, apa benar tidak sanggup bayar utang, sementara hasil lahan ada, buah sawit ada, dan bentuk pembayaran pun itu dari persentase nilai penjualan TBS. Sedangkan sekarang ini penghasilan perbulan bisa sampai Rp3 miliar perbulan.

Sebelumnya, Mmajelis hakim dalam putusannya yang disampaikan secara daring melalui e-court, Rabu, 28 Mei 2025, menyatakan bahwa Koppsa-M terbukti melakukan tindakan wanprestasi dalam kemitraan bersama PTPN IV Regional III.

Dalam amar putusannya, pengadilan juga menghukum Koppsa-M untuk membayar dana talangan pembangunan kebun sebesar Rp140.869.808.707 secara tanggung renteng kepada PTPN.

Tidak hanya itu, pengadilan turut menetapkan kebun Koppsa-M yang bersertifikat Hak Milik (SHM) dan terdaftar di Kantor BPN Kabupaten Kampar dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang pembangunan kebun dan disahkan oleh pengadilan sebagai bagian dari putusan.

Yusri menjelaskan bahwa utang Rp140 Miliar kepada PTPN IV itu sudah ada sebelum Nuriswan menjabat sebagai Ketua Koppsa-M. Jika pengurus mengakui dan membayar utang tersebut, kata dia, persoalan yang ada akan selesai.

"Koperasi itu lembaga, apa yang terjadi di masa lalu seharusnya bisa diselesaikan pengurus yang sekarang. Utang itu sudah ada sejak lama. Dia tidak mengakui itu tidak ada masalah. Tapi utang koperasi selama dia menjabat harus dibayar juga".

"Di belahan dunia manapun, yang namanya hutang ya harus dibayar. Bukan malah mengadu ke sana kemari, mencari perhatian, dan melakukan perlawanan," terangnya.

Yusri yang turut menjadi tokoh masyarakat desa tersebut turut mengatakan bahwa saat ini sebagian para petani sudah tidak percaya dengan kepengurusan Koppsa-M terkait penyelesaian permasalahan dengan pihak PTPN.

"Sederhana saja, akui dan bayar utang itu, supaya persoalan selesai dan masyarakat petani bisa tenang. Putusan ini lah yang kami harapkan jadi awal yang baik untuk kedepannya," pungkasnya.