Raih WDP dari BPK, Fitra Kritik Lemahnya Tata Kelola Keuangan Pemprov Riau

Koordinator-FITRA-Riau-Tarmidzi.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2024 menemukan sejumlah persoalan serius dalam pengelolaan keuangan daerah.

Salah satu temuan utama adalah utang Pemerintah Provinsi Riau yang mencapai Rp1,76 triliun. Utang tersebut akan menjadi beban keuangan di APBD 2025 yang sedang defisit.

Utang tersebut terdiri atas berbagai kewajiban yang belum diselesaikan hingga akhir tahun anggaran.

Selain itu, juga terdapat utang kepada pihak ketiga sebesar Rp40,81 miliar. Pihak ketiga ini mencakup kontraktor dan penyedia jasa yang belum menerima pembayaran atas pekerjaan dan layanan yang telah dilaksanakan.

Kondisi ini juga semakin menambah tekanan kepada pemerintah daerah yang seharusnya penggunaan anggaran dapat digunakan untuk peningkatan layanan dasar masyarakat. 

Selain itu, BPK juga menemukan adanya kelebihan pembayaran dalam belanja perjalanan dinas yang mencapai Rp16,98 miliar. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal serta indikasi pemborosan dalam belanja aparatur.

Manager Advokasi dan Riset Fitra Riau Tarmidzi, mengatakan temuan ini menegaskan bahwa upaya efisiensi anggaran untuk perjalanan dinas tahun 2025  mutlak harus dilakukan dengan alokasinya mencapai Rp352,6 miliar, sesuai Inpres 1 tahun 2025.

"Kado Predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diterima Pemerintah Provinsi Riau tahun 2025 ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan Gubernur Riau saat ini baru memasuki 100 hari kerjanya," ujarnya, Kamis, 5 Juni 2025.

Ia menjelaskan, masyarakat juga harus memahami bahwa bukan berarti predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima pemerintah daerah sebelumnya menjamin terbebas dari tindakan kasus korupsi, justru tindakan korupsi banyak terungkap disaat pemerintah daerah mendapat Opini WTP.

Temuan berulang dari tahun ke tahun menurut Fitra, mencerminkan pola masalah yang berulang dari tahun sebelumnya khususnya pada perjalanan dinas.


"Pada tahun 2023, juga ditemukan kelebihan pembayaran perjalanan dinas serta kelemahan dalam sistem pengawasan dan pengendalian internal. Meskipun telah ada rekomendasi dari BPK tahun lalu, perbaikan yang dilakukan oleh Pemprov Riau dinilai tidak signifikan, sehingga jenis temuan yang sama kembali terjadi," jelasnya.

Menurutnya, kecenderungan ini menunjukkan bahwa Pemprov Riau belum memiliki komitmen kuat dalam menjalankan reformasi tata kelola keuangan daerah secara menyeluruh. Padahal, temuan yang terus berulang menjadi indikator buruknya akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan anggaran publik. 

Fitra Riau juga mencatat bahwa penggunaan dana oleh Pemerintah Provinsi Riau belum sepenuhnya mengedepankan prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Beberapa program dan kegiatan tercatat tidak sesuai dengan output yang diharapkan, sementara belanja rutin masih mendominasi dibandingkan belanja yang bersifat produktif. 

"Temuan ini harus menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kebijakan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau untuk segera melakukan perbaikan tata kelola keuangan dan menjamin bahwa setiap rupiah uang rakyat digunakan secara bertanggung jawab," jelasnya.

Lebih lanjut, Fitra menganalisis agenda 100 hari Gubernur Riau dalam hal peningkatan layanan dan akses pendidikan.

Analisis Fitra Riau, alokasi anggaran untuk urusan pendidikan pada tahun 2025 mencapai 32% atau sebesar Rp3,05 triliun dari total belanja daerah mencapai Rp9,69 triliun.

Alokasi anggaran untuk urusan pendidikan tersebut telah melebihi mandatory spending 20% dari total belanja daerah.

"Namun, secara kualitas penggunaan anggaran pendidikan perlu ditekankan untuk peningkatan infrastruktur, akses dan mutu layanan pendidikan, apalagi alokasi anggaran layanan pendidikan diluar gaji hanya mencapai 15%, masih jauh dari angka minimal 20% mandatory spending," jelasnya.

Lanjutnya, kondisi layanan pendidikan saat ini di Provinsi Riau masih sangat terbatas, meskipun terdapat kemajuan dalam beberapa aspek pendidikan, Provinsi Riau masih menghadapi tantangan signifikan terkait infrastruktur sekolah.

Salah satunya kondisi Ruang Kelas Belajar (RKB) pada tahun ajaran 2023-2024 untuk jenjang sekolah menengah persentase ruang kelas masih minim, dalam kondisi baik masing-masing adalah SMP 51,28%, SMA 61,58%, dan SMK 64,34%. (Databoks) 

"Selain itu, tantangan Akses Pendidikan dan Angka Putus Sekolah masih sangat tinggi terutama di daerah terpencil dan perbatasan di Provinsi Riau. Data menunjukan, Anak Putus Sekolah, pada tahun 2024 tercatat 955 anak SD yang putus sekolah, dan sekitar 9.000 anak terancam putus sekolah karena keterbatasan daya tampung di sekolah menengah negeri dan biaya pendidikan yang tinggi di sekolah swasta," ungkapnya.

Persoalan ini seharusnya menjadi target Gubernur Riau sebagaimana yang ditargetkan agenda 100 hari kerjanya, sesuai dengan misinya; “Membangun manusia yang sehat dan berkualitas melalui pelayanan pendidikan dan kesehatan yang merata dan berkeadilan, serta keberpihakan kepada penyandang disabilitas dan kelompok marjinal” 

Dalam hal ini, Tarmizi mengatakan Fitra Riau memberikan rekomendasi, diantaranya:

Pemprov Riau diharapkan menindaklanjuti rekomendasi BPK guna memperbaiki tata kelola keuangan dan mencegah terulangnya permasalahan serupa di masa mendatang. 

Memperbaiki sistem pengendalian internal dan pengawasan anggaran yang lebih transparan dan akuntabel serta upaya pencegahan korupsi anggaran publik.

Pemerintah daerah lebih fokus pada persoalan mendasar masyarakat terutama untuk peningkatan layanan dasar slot mahjong, sektor pendidikan dan sektor lainnya yang masih minim.