Anaknya Ditolak Sekolah, Atan Keok Laporkan Disdik Riau ke Ombudsman

Atan-Keok.jpg
(Riau Online/MG Yogi Septian Yahya)

Laporan: MG Yogi Septian Yahya

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Masih terdapatnya masalah dalam penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) SMA di Provinsi Riau untuk tahun ajaran 2023-2024, baik dalam hal ketidaktransparan sistem zonasi dan belum meratanya penyebaran sekolah, memunculkan tanda tanya besar terkait efektivitas dan efisiensi dari kebijakan tersebut.

Surat Kuasa Khusus pemberi kuasa atas nama Atan Keok yang mewakili atau mendampingi pemberi dalam membuat pengaduan atas pelayanan publik yang buruk oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau, di kantor Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Riau di Jalan Hangtuah Ujung, Suka Mulia, Kec. Sail, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Atan Keok mengatakan, pihaknya melaporkan sebab SMA Negeri 16 telah menolak siswa baru karena alasan zonasi pendidikan atau afirmasi.

"Jadi keadaan saya kan bukan kaya orang kaya. Saya orang tidak mampu. Sedangkan orang lain dibantu oleh program usaha untuk mengolah karena sudah daftar yang pertama masih ada sudah itu hilang. Jadi sampai sekarang kami sudah satu bulan lebih ke sekolah tetapi tidak ada jawaban dari pihak sekolah,” ujarnya, Senin, 7 Agustus 2023.

Padahal yang kita ketahui, hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang diatur dan dijamin oleh Kontitusi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Negara diwajibkan dalam menjamin akses atas pendidikan bagi setiap orang. 


LBH Pekanbaru bersama Atan Keok yang mengalami kendala akibat buruknya pelayanan publik Dinas Pendidikan Provinsi Riau mengindikasikan hilangnya hak atas pendidikan terhadap masyarakat.   

“Kami meminta kebijaksanaan pemerintah, bapak gubernur maupun bapak dinas yang terkait tentang pendidikan anak-anak, agar sosial kita tak merasa terpuruk,” ujar Perwakilan LBH Pekanbaru, Wira Manalu. 

 

 

Meski adanya sekolah swasta, Wira menegaskan, masyarakat tentu menginginkan anaknya bersekolah di negeri salah satu faktornya biaya. Sebab itu ia menuntut pemerataan bagi berbagai kalangan untuk bisa bersekolah negeri.

"Beliau ini masyarakat miskin jadi untuk membayar uang sekolah pun tidak mampu lagi karena beliau seorang nelayan. Persoalannya kebijakan pemerintah seringkali tidak pernah sampai kepada masyarakat. Ini sudah melanggar HAM, namanya juga sudah melanggar hukum tidak ada lagi menjalankan kebenaran itu dalam kehidupan masyarakat," pungkasnya.